Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BHP Billiton Capai Rekor Tertinggi Produksi Bijih Besi

Bisnis.com, JAKARTA—Raksasa tambang dunia, BHP Billiton membukukan rekor tertinggi produksi setahun penuh dalam berbagai operasional bijih besi utama.

Bisnis.com, JAKARTA—Raksasa tambang dunia, BHP Billiton membukukan rekor tertinggi produksi setahun penuh dalam berbagai operasional bijih besi utama.

Di sisi lain, bisnis perminyakan perusahaan tambang itu terkena penundaan pengeboran di Teluk Meksiko.

Perusahaan sumber daya yang terdiversifikasi terbesar di dunia itu juga melihat kenaikan kuat produksi tembaga dan batu bara pada tahun finansial hingga 30 Juni.

“Ini menjadi tahun produksi yang kuat karena dua aset utama kami, Western Australia Iron Ore dan Escondida melebihi produksi dan rekor tahunan yang dicapai dalam tujuh operasi dan lima komoditas,” ujar penambang.

Bijih besi tetap menjadi penghasil terbesar perusahaan dengan produksi 169,9 juta ton pada tahun ini. Pencapaian itu naik 7% walaupun sedikit di bawah acuan sebelumnya.

Hingga 30 Juni, produksi bijih besi naik 17,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 47,6 juta ton, dengan prediksi produksi perusahaan 217 juta ton pada tahun keuangan 2014. Pencapaian ini dibantu dengan perluasan tambang Jimblebar di Australia Barat.

Produksi tembaga di Escondida yang menjadi unggulan tambang BHP di Chili juga melonjak 28% selama setahun menjadi 1,1 juta ton. Dengan kinerja yang bagus diharapkan dapat terus berlanjut ke depan.

Produksi batu bara naik 13% menjadi 38 juta ton, tetapi jumlah produksi minyak hanya 6% lebih tinggi pada 235,8 juta barel setara minyak, lebih kecil dibandingkan dengan target perusahaan 240 juta barel.

BHP telah memperkirakan laba terpukul oleh melemahnya harga komoditas dan permintaan China dan pada Mei.
Chief executive Andrew Mackenzie menguraikan rencana untuk memangkas anggaran hampir seperlima, di saat produktivitas meningkat.

BHP mencatat terjadi penurunan 58% dalam laba bersih semester pertama menjadi US$4,2 miliar akibat penurunan tajam harga komoditas tersebut. (Antara/AFP)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nurbaiti
Editor : Nurbaiti
Sumber : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper