Bisnis.com, JAKARTA - Tanpa alasan yang jelas, pihak Uni Eropa kembali menunda penandatanganan perjanjian kerjasama suka rela penegakan hukum, tata kelola dan perdagangan di sektor kehutanan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement/ FLEGT-VPA) dengan Indonesia yang seharusnya ditandatangani pada 15 Juli 2013.
Dengan keputusan yang menggantung ini, sejumlah importir di Uni Eropa terpaksa menunda ekspor dari Indonesia. Pasalnya, mereka takut dikenai kewajiban due diligence yang dinilai rumit, serta memakan waktu dan biaya.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto menuturkan pihak Uni Eropa beralasan pihaknya belum merampungkan penerjemahan naskah VPA yang pembahasannya sudah rampung sejak dua tahun lalu.
"Alasan mereka masalah penerjemahan saja, karena ada 27 negara dalam Uni Eropa. Tapi ini kan harusnya tidak jadi masalah untuk kawasan semaju Uni Eropa," kata Dwi ketika dihubungi Bisnis, Selasa (16/7/2013).
Dwi menurutkan penundaan ini disampaikan pihak Uni Eropa kepada Kedutaan Besar Indonesia di Brussel, Swiss. Namun, penundaan itu tidak disertai dengan pernyataan resmi dalam surat tertulis.
"Kita minta komitmen mereka, masa diulur-ulur terus sejak 2 tahun lalu dan sering tidak jelas alasannya. Sekarang ditunda lagi, kita minta suratnya mereka tidak bisa kasih," tegas Dwi.
Ini merupakan kali ke-lima Uni Eropa membatalkan penandatanganan VPA. Padahal VPA di sektor kehutanan ini digagas Uni Eropa untuk memberantas peredaran kayu ilegal di kawasannya.
Setelah batal ditandatangani pada April, Juni, dan Juli 2013, imbuhnya, pihak Uni Eropa kembali mengumbar janji untuk meneken VPA sektor kehutanan pada September 2013.
Dwi menuturkan meski tanpa VPA ekspor produk perkayuan Indonesia ke Uni Eropa tetap bertumbuh. Namun, VPA merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan pasar Uni Eropa atas legalitas kayu dan produk kayu Indonesia dan kunci untuk masuk ke pasar negara lain. VPA juga memotivasi Indonesia