BISNIS.COM, PEKANBARU—Kampanye hitam oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing terhadap sektor perkebunan dan kehutanan di Provinsi Riau semakin menyudutkan dan berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi di provinsi ini.
Viator Butar-butar, Wakil Ketua Kadin Riau Bidang Pemberdayaan Perekonomian dan Hubungan Internasional, mengatakan meskipun menyerap sekitar 3,9 juta tenaga kerja atau 70% dari total penduduk Riau, sektor perkebunan dan kehutanan sering diserang LSM asing sebagai perusak lingkungan sehingga produk dari sektor ini kalah bersaing di pasar internasional dan ditolak konsumen di sejumlah negara.
"Kita perlu bersinergi menghadapi ini, kita perlu melawan dengan kampanye putih terhadap kampanye hitam yang dilakukan para LSM asing," katanya di Pekanbaru Kamis (30/5).
Dia mengatakan serangan LSM asing itu, berimbas pada stabilitas perekonomian nasional karena berkurangnya pendapatan akibat menurunya tranksaksi atas produk kehutanan dan perkebunan. Selain itu, lanjutnya, kampanye hitam terhadap sektor kehutanan dan perkebunan tersebut juga telah mengancam ketersediaan lapangan pekerjaan karena perusahaan banyak melakukan PHK akibat produktivitas menurun.
Menurut dia, saat ini potensi produksi CPO Riau sangat memnunjang perekonomian nasional. Data dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu 2012, penerimaan bea keluar dari ekspor CPO nasional sebesar Rp28,90 triliun. Dari jumlah itu, Riau menyumbang Rp9,55 triliun.
Selain melakukan kampanye putih, jelasnya, industri hilir di Riau harus segera di realisasikan sehingga meskipun pasar dunia menolak produk CPO Riau, masih ada industri dalam negeri yang menampung.
Dia mengemukakan Indonesia harus meniru Malaysia yang sudah memulai industri hilir sejak 1980, sehingga jika di pasar dunia CPO mereka harganya rendah, mereka punya posisi tawar karena ada indsutri dalam negeri.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengembangan Usaha Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Riau Sri Ambar K mengatakan kampanye hitam dari LSM lingkungan di pasar internasional itu bisa berimbas buruk pada perdagangan CPO nasional, yang ujungnya juga bakal berimbas pada nasib petani lokal. Padahal saat ini ada 1,1 juta hektare kebun sawit petani swadaya.
"Kampanye hitam kesannya hanya mencari-cari kesalahan, makin mengada-ada. Jadi timbul pertanyaan, apakah LSM lingkungan itu benar-benar ingin melindungi dunia atau hanya melindungi kepentingan negara asing dan perdagangannya," ujar Sri Ambar seperti dikutip Antara.
Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komisariat Daerah Riau, Abdul Gaffar, mengatakan industri kehutanan nasional terus menjadi sasaran kampanye hitam meski terus melakukan banyak pembenahan mulai dari manajemen ramah lingkungan hingga aspek kontribusi sosial ke masyarakat.
Dia menduga kampanye hitam tersebut adalah persaingan dagang untuk menghambat perkembangan industri kehutanan di Indonesia, khususnya bisnis bubur kertas (pulp). Menurut Abdul, kondisi hutan tropis Indonesia membuat hutan tanaman industri sudah bisa panen pada 4-5 tahun.
"Sedangkan di Eropa dan Amerika, panen kayu hutan industri baru bisa dipanen dalam kurun waktu 28 tahun. Itu artinya, kita lima kali panen kayu, mereka baru satu kali," katanya. (k18)