BISNIS.COM, JAKARTA – Kasus tumpang tindih kepemilikan tambang emas Tumpang Pitu di Banyuwangi, Jawa Timur antara Intrepid Mines Limited dengan PT Indo Multi Niaga (IMN) menunjukkan suatu kelemahan dari otonomi daerah.
Persoalan ini muncul atas gugatan Intrepid melalui anak usahanya yaitu Emperor Mines Ltd terhadap Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas atas pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki IMN kepada PT Bumi Suksesindo.
Persoalan ini juga telah diajukan pada 14 Maret 2013 oleh Executive General Manager Intrepid Mines Limited Tony Wenas ke Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN),Surabaya.
Menyoroti hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies Marwan Batubara menyayangkan sikap pemerintah baik pusat maupun daerah.
Dia menjelaskan kepemilikan tambang jika berbicara mengenai konstitusi seharusnya tambang tersebut dimiliki oleh negara. Oleh karena itu, dia menyayangkan akan adanya regulasi otonomi daerah yang berpotensi besar untuk menguasai tambang tersebut.
“Sangat disayangkan. Seharusnya daerah dengan otonomi daerah tidak berhak melakukan jual beli tambang. Seharusnya regulasi otonomi daerah yang mengatur ini dihilangkan,” ujar Marwan ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (25/4).
Marwan menjelaskan adanya otonomi daerah yang dapat mengklaim kepemilikan tambang, baik lahan maupun hasil, telah menyebabkan banyak sengketa, entah itu diketahui oleh publik maupun tidak.
Sebelumnya, klaim Intrepid atas 80% kepemilikan saham atas IMN dinilai tidak berdasar. Intrepid merupakan perusahaan tambang dari Australia yang menyampaikan klaim tersebut di bursa saham Australia. Hal ini disampaikan oleh Direktur Institute for Essential Service Reform (IRESS) Faby Tumiwa.
Dia menyatakan klaim yang dilakukan Intrepid justru tisak sesuai dengan UU No.11/1967, yaitu perusahaan asing tidak dapat memiliki Kuasa Pertambangan (KP). Berkaitan dengan KP Tujuh Bukit, pengalihan IUP eksplorasi dan operasi produksi beralih dari IMN kepada Bumi Suksesindo yang disetujui oleh Bupati Anas.