Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BARANG ILEGAL: Kemendag Tertibkan 726 Kasus

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Perdagagan telah menangani 726 kasus barang beredar yang tidak sesuai ketentuan sepanjang 2012 hingga saat ini, sebagian diantaranya produk palsu.

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Perdagagan telah menangani 726 kasus barang beredar yang tidak sesuai ketentuan sepanjang 2012 hingga saat ini, sebagian diantaranya produk palsu.

"Sejak 2012 kita sudah tertibkan 762 pelanggaran barang beredar. Kemarin saya baru umumkan 100 produk barang beredar yang tidak sesuai ketentuan. Dan sebagianya adalah prosuk palsu," ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Selasa (23/4).

Bayu menjelaskan, ratusan pelanggaran peredaran barang tersebut melibatkan banyak pihak, baik individu hingga perusahaan.

"Volumenya ribuan, dan yang mendominasi adalah elektronik (IT), alat rumah tangga, dan spare part otomotif," paparnya seusai membuka acara diskusi bertema Peningkatan Daya Saing Indonesia Melalui Kepatuhan HKI dan Pemberlakuan Unfair Competition Act di AS .

Kisaran nilai kerugianya, kata Bayu, Kemendag belum melakukan survei pada dampak peredaran barang ilegal tersebut. Kendati dari sisi volumenya meningkat, dari sisi pertumbuhan peredaran barang ilegal semakin menurun.

Beberapa alasan yang menekan pertumbuhan peredaran barang ilegal, katanya, karena masyarakat kian sadar akan risiko barang palsu.

Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat yang terus meningkat, terutama jumlah penduduk kelas menengah yang mencapai 150 juta, menuntut produk bermutu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menegaskan, temuan 762 kasus pelanggaran barang beredar tersebut masih sebagian kecil dari sekian banyak kasus produk ilegal dan palsu yang beredar di masyarakat.

Sofjan mengutip hasil survey yang dilakukan LPEM Univeritas Indonesia, bahwa pada 2010 lalu saja diperkirakan kerugian peredaran barang ilegal dan palsu mencapai Rp43 triliun.

"Jadi dengan bertambahnya waktu dan tingkat kosumsi kita yang kuat, saya pikir angka kerugian semakin besar. Karena ini tidak bayar pajak, daya saing kita terganggu, kreatifitas generasi muda kita dirugikan," jelas Sofjan.

Apindo menghimbau perlu langkah bersama, baik antara lembaga pemerintah, juga pelaku usaha dan masyarakat. Dia menilai, Ditjen HKI yang berada di bawah Kemenkum HAM, seolah-olah berdiri sendiri.

"Makanya kita gandeng kementrian perdagangan untuk sosialisasi HKI guna meningkatkan daya saing. Karena ini terkait dengan aktivitas perdagangan, yang mana pemalsuan tidak menghrgai kreativitas, tak ada SNI. Ini bisa menggangu laju ekspor," kata Sofjan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper