BISNIS.COM, BANDUNG--Pemprov Jabar mendorong pembangunan rumah tinggal sementara yang diperuntukkan bagi buruh kontrak di kawasan industri yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar Denny Juanda Puradimadja mengatakan upaya tersebut merupakan respon atas permintaan dari Kemenpera tentang penyediaan lahan di kawasan industri seperti Karawang dan Bekasi.
Menurutnya, Kemenpera meminta untuk disediakan lahan pembangunan rusunawa bagi buruh di daerah industri. Akan tetapi, pada pelaksanaannya Pemprov Jabar mengembangkan rencana tersebut.
"Kami sudah membahas masalah ini dengan instansi terkait dan kalangan buruhnya. Diharapkan kabupaten/kota bisa membangun rumah tinggal sementara ini," katanya di Bandung, Senin (15/4/2013).
Dia menyatakan pihaknya akan mendata buruh yang belum memiliki rumah dan tingkat kebutuhannya akan rumah transit.
Menurutnya, keberadaan rumah transit sangat menguntungkan bagi perusahaan. Pasalnya, ketika pegawai alih daya habis kontrak maka yang bersangkutan bisa meninggalkan rumah tersebut.
"Pada gilirannya nanti, buruh yang tinggal di shelter didorong untuk tinggal di rusunawa atau rusunami," ujarnya.
Denny menjelaskan kapasitas Pemprov Jabar dalam pembangunan rumah shelter ini hanya menyediakan lahan, sedangkan pembangunannya oleh Kemenpera.
Saat ini, pihaknya tengah mematangkan konsepnya. Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan rumah shelter masih dalam tahap kajian.
Adapun untuk rusun, setidaknya akan memakan lahan seluas 3.000 meter persegi. Satu menara diproyeksikan terdiri dari lima lantai.
Pihaknya mengusulkan rumah shelter dibangun di kawasan industri seperti Bekasi, Karawang, Rancaekek, dan Lewigajah Cimahi.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan dan Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Cimahi Dedi Supardi mengaku pihaknya belum diajak bicara oleh pemprov mengenai rencana pembangunan tersebut.
"Pada prinsipnya kami menyambut baik rencana tersebut. Hanya mungkin saat ini kami belum diajak bicara," tuturnya.
Menurutnya, kawasan industri Cimahi selama ini memang belum terkelola dengan baik. Akan tetapi, akses transportasi bukan kendala berarti bagi buruh yang bekerja di Cimahi.
"Masalahnya adalah kondisi air bawah tanah di sejumlah titik di Kota Cimahi terutama kawasan industri telah memasuki kondisi kritis," ungkapnya.
Berdasarkan data dari Kantor Lingkungan Hidup Kota Cimahi diperkirakan 428 titik air bawah tanah di Kota Cimahi masuk dalam zona kritis, sehingga perlu segera ditertibkan.
Lokasi paling kritis terjadi di Kawasan Industri Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan.
"Kondisi air bawah tanah di daerah itu telah memasuki fase kritis lantaran industri yang mengambil air dengan jumlah melebihi ambang batas normal. Perlu regulasi untuk memelihara air bawah tanah di Cimahi, karea kondisi air bawah tanahnya sudah dalam keadaan kritis," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Cimahi Robin Sihombing meminta eksekutif agar memanfaatkan lahan bekas industri yang terbengkalai untuk dijadikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Menurutnya, kawasan konservasi dan RTH harus menjadi perhatian khusus pemerintah. Pasalnya, luas RTH di Kota Cimahi masih dibawah 30% luas wilayah Kota Cimahi.
Oleh karenanya, pihaknya kini tengah merumuskan upaya agar Pemkot Cimahi mau memanfaatkan lahan terbengkalai tersebut lewat rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Selain itu, lewat RTRW tersebut pun akan diatur pemilahan kawasan industri, bisnis dari kawasan permukiman.(k6/k57)