BISNIS.COM, JAKARTA - Majelis hakim menolak gugatan citizen lawsuit (CLS) dua advokat terhadap Pemerintah Provinsi Jakarta, Presiden RI, dan DPRD DKI Jakarta soal kemacetan di ibukota yang merugikan warga.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Kasianus Telaumbanua menyebut penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya bahwa para tergugat bersikap diam dan tidak perjuangkan untuk mengatasi kemacetan.
“Mengadili, menyatakan menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," ujar Kasianus yang membacakan putusan pada Senin (8/4/2013), didampingi hakim anggota Sutoto Adiputro dan Lydia Sasando Parapat.
Gugatan diajukan Agustinus Dawarja dan Ngurah Anditya Ari Firnanda (penggugat) yang terdaftar dengan nomor register 53/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst tanggal 31 Januari 2012.
CLS adalah gugatan dari warga negara kepada penyelenggara negara atas kelalaian memenuhi hak-hak warga negara yang didalilkan sebagai perbuatan melawan hukum.
Penggugat diantaranya menyatakan bahwa kemacetan di Jakarta menyebabkan pemborosan bahan bakar dan waktu efektif kerja. Apabila seorang pekerja menghabiskan waktu 3 jam di jalan setiap hari kerja, maka dalam setahun mereka menghabiskan 720 jam di jalan.
Mereka minta dikeluarkannya kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang merugikan kepentingan warga dan tidak berdiam diri.
Hal itu dibantah tergugat yang menyatakan tak bersikap diam, justru telah mengupayakan perbaikan dan pembangunan sarana angkutan massal.
Majelis hakim menyebutkan bahwa tergugat membuktikan telah melakukan upaya mengatasi kemacetan di Jakarta. Pemprov Jakarta, kata Kasianus, sudah membangun jalan layang, tol, jalur busway, hingga mass rapid transit (MRT) dalam upaya menangani masalah kemacetan.
Tergugat dapat membuktikan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan terkait penanganan kemacetan diantaranya soal pembatasan kendaraan dan kebijakan parkir.
Pemprov telah mengeluarkan peraturan pajak progresif atas kepemilkan kendaraan bermotor dan menerapkan tarif parkir berdasarkan zonasi.
Disebutkan bahwa tergugat telah menambah berbagai fasilitas angkutan massal, seperti tambahan 102 bus gandeng Transjakarta pada Januari. Pemprov juga akan menambah 1000 bus sedang untuk Kopaja dan Metromini.
Terungkap juga bahwa Gubernur Jakarta tengah mengusulkan pembatasan umur kendaraan angkutan umum, yakni untuk bus besar maksimal 10 tahun, bus sedang 8 tahun, bus kecil 7 tahun. Namun, hal itu masih sebatas pembahasan.
"Gugatan penggugat terhadap tergugat berkaitan kemacetan Jakarta adalah gugatan yang tidak tepat," kata Kasianus.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum penggugat Yohanes Tangur mengatakan akan mendiskusikan lebih dahulu dengan prinsipal. “Kita akan diskusikan dengan klien, kita punya waktu 14 hari [untuk menyatakan banding],” kata Yohanes.
Dia menyebut bahwa majelis tidak mempertimbangkan soal kelalaian tergugat dalam menjalankan kebijakan. Menurutnya kebijakan memang telah ada, tetapi faktanya di lapangan tetap terjadi.
“Kebijakan [Gubernur Jakarta] Jokowi perlu diapresiasi. Ada delapan tuntutan kami, lima diantarnya sudah dijalankan,” imbuh Yohanes. Diantara tuntutan yang telah dikeluarkan regulasinya antara lain soal pembatasan kendaraan dan masalah parkir.
Seperti diketahui, dalam gugatannya Agustinus dan Ngurah juga memberikan rekomendasi antara lain menaikkan pajak kendaraan bermotor milik pribadi, menaikkan tarif parkir di pinggir-pinggir jalan, dan moratorium kendaraan baru di wilayah Jabodetabek selama 6-12 bulan ke depan.
Yohanes menyebut bahwa gugatan CLS ini bukan soal kalah atau menang, tetapi wujud pertanggungjawaban moral pengacara yang bekerja di Jakarta.
Sementara itu kuasa hukum Pemprov Jakarta Haratua Purba menyebut putusan sudah tepat. “Putusan sudah benar, kami sudah melakukan uapaya maksimal. Kalau pun masih ada kemacetan, ya itu yang harus diatasi,” katanya.