BISNIS.COM, SEMARANG – Meskipun implementasi pemeriksaan laporan keuangan berbasis elektronik atau e-audit ditargetkan berjalan 100% pada tahun ini, tetapi hingga saat ini baru sedikit pemerintah daerah yang membangun sistem dalam menunjang program baru ini.
Hal tersebut tercermin baru sekitar 20% pemerintah daerah yang sudah membangunan sistem dalam penerapan e-audit. “Sekarang yang sudah pakai e-audit 20%-an. Akan tetapi tahun ini semuanya harus sudah pakai,” ujar Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo akhir pekan lalu.
Menurut Hadi, hal tersebut bukan menjadi masalah karena saat ini program e-audit masih dalam tahap uji coba (pilot project). Selain itu, sudah ada 759 entitas juga sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan BPK untuk membangun e-audit, termasuk 519 pemerintah daerah.
Program e-audit BPK sudah dimulai sejak 2011. Program ini merupakan pengawasan keuangan instansi pemerintah melalui pusat data BPK yang menggabungkan data elektronik BPK dengan data elektronik auditee atau pihak yang diperiksa oleh BPK .
Melalui pusat data tersebut, BPK dapat melakukan perekaman, pengolahan, pemanfaatan, dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara.
Untuk mengimplementasikan e-audit, BPK bersama auditee menjalin (MoU) mengenai cara mengakses data yang dibutuhkan dalam e-audit. Setelah itu, pihak auditee akan membangun sistem yang akan terkoneksi dengan BPK.
Menurut Hadi, e-audit dapat efektif mencegah korupsi bila semua instansi pemerintah sudah menerapakannya. Sistim ini diklaim bisa mendekati seluruh sampling program pemerintah yang diperiksa BPK.
“Sehingga sejak awal kita bisa mengetahui kesalahan dan segera memperbaikinya. Kalau ada korupsi bisa ketahuan indikasinya sejak awal,” ujarnya.
(Faa)