JAKARTA: Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan sebanyak 75,25% dari jumlah titik pantau terhadap 411 sungai di Indonesia memiliki status tercemar berat. Pemantauan itu dilakukan pada tahun lalu.
Hal itu disampaikan Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas KLH, Henry Bastaman dalam keterangan pers yang diterima Bisnis, Rabu, (27/3/2013).
Keterangan itu terkait dengan Rapat Kerja Teknis Pemantauan Kualitas Air Sungai pada 33 Provinsi, yang berlangsung di Mamuju, Sulawesi Barat.
"Secara umum status mutu air sungai yang dipantau menunjukkan hasil dari tercemar sedang sampai tercemar berat," kata Henry dalam keterangannya.
"75,25% dari jumlah total titik pantau sungai di Indonesia memiliki status yang telah tercemar berat, 22,52% titik pantau sungai tercemar sedang, 1,73% tercemar ringan."
Dia memaparkan beberapa parameter yang sangat berpengaruh pada terjadinya pencemaran air ini adalah kandungan BOD, COD, total Coliform dan fecal coli.
Henry mengungkapkan jumlah titik pantau sungai tercemar berat tertinggi ada di Jawa yaitu sebanyak 94 titik pantau.
Titik Pantau sungai dengan skor tinggi yakni -100 sampai dengan -121 sebagai indikasi tercemar berat yaitu Sungai Cilliwung wilayah Provinsi DKI Jakarta dan Sungai Citarum wilayah Provinsi Jawa Barat.
Terkait dengan hal tersebut, kata Henry, rapat kerja kali ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas data hasil pemantauan kualitas air pada 33 provinsi.
Selain itu, paparnya, adalah untuk menningkatkan komitmen instansi pengelola lingkungan hidup di seluruh provinsi.
KLH menyatakan pemantauan kualitas air sungai di 33 provinsi merupakan amanat UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni setiap orang berhak mendapatkan informasi kualitas lingkungan dan sesuai dengan PP No.82/ 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
"Pelaksanaan Rakernis kali ini menjadi sangat penting mengingat dari beberapa tahun pelaksanaan pemantauan berbagai kendala teknis dan non teknis umumnya terjadi berulang-ulang sehingga perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan," demikian Henry.