JAKARTA—Siang Ini Dahlan Iskan dalam kapasitas sebagai mantan dirut PLN akan memenuhi panggilan Komisi VII DPR, setelah pada pemanggilan sebelumnya ‘mangkir’ karena alasan sibuk sebagai Menteri BUMN.
Komisi VII memanggil Bos Jawa Pos Group itu, menyusul keluarnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menemukan terjadi inefisiensi sebesar Rp36,7 triliun dalam tubuh PLN semasa dijabat pucuk pimpinan BUMN itu dijabat Dahlan.
Kalangan anggota Komisi VII menyayangkan ketidakhadiran Dahlan pada pemanggilan bulan lalu mengingat mereka akan memasuki reses, sehingga pembahasan infisiensi PLN menjadi berlarut-larut.
Di tengah tudingan DPR bahwa Dahlan ‘membangkan’, tiba-tiba Menteri BUMN itu melempar ‘bola panas’ dengan melaporkan ke Bandan Kehormatan DPR 7 anggota DPR yang ditengarai meminta upeti kepada BUMN. Sontak saja mereka yang dilaporkan berang. Sehingga timbullah polemik yang berkepanjangan.
Akankah polemic tadi berkembang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR siang ini?
Dahlan nampaknya sudah mengantisipasi bahwa dia akan mendapat ‘serangan balik’ dari kalangan anggota DPR. Apalagi soal infesiensi PLN, akibat tidak terjadinya konversi gas ke solar, Dahlan mengklaim sudah dilaporkan direksi PLN kepada Komisi VII DPR pada RDP sebelumnya.
Kalau demikian, Komisi VII DPR pun ikut ‘merestui’ langkah infisiensi PLN sebesar Rp36.7 triliun? Ataukah ini hanya klaim Dahlan?
Dalam berbagai kesempatan Dahlan pernah menyatakan akibat keputusannya untuk tidak memadamkan listrik Jakarta itu memang berat, dan menyebabkan inefisiensi PLN triliunan rupiah. Tapi pabrik-pabrik, katanya, tidak tutup, PHK ribuan buruh terhindarkan dan Jakarta tidak padam selama setahun
Kalau langkah yang ditempuhnya itu salah, menurutnya, jangankan dipanggil Komisi VII DPR, “masuk penjara pun saya jalani dengan sikap ikhlas seikhlas-ikhlasnya!.”
Bisakah Komisi VII DPR membuktikan bahwa langkah Dahlan salah? Atau malah sebaliknya Dahlan bisa membuktikan bahwa para politis Senayan ‘merestui’ infesiensi di tubuh PLN. (if)