JAKARTA: PT Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai dan PT Golden Spike Energy Indonesia Ltd diketahui tengah dimohonkan PKPU oleh salah satu rekanan kerjanya terkait eksplorasi di Blok Raja dan pendopo, Sumatera Selatan.
Berdasar informasi kepaniteraan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) itu masuk pada 5 November dan mendapat nomor register 54/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. Saat ini proses tengah masuk pemanggilan para pihak.
Pemohon dalam perkara itu adalah PT Putra Sejati Indomakmur yang diwakili direktur utamanya, Sofjan Rudijanto dan memberi kuasa hukum kepada Wahyudin dan Pringgo Sanyoto dari kantor WAT & Partners.
Menurut berkas yang Bisnis peroleh, para termohon (Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai dan PT Golden Spike Energy Indonesia) adalah pemegang hak dan kewajiban dalam joint operating body (JOB) Pertamina-Golden Spike Indonesia Ltd.
Permohonan tersebut intinya meminta para termohon untuk melanjutkan pembayaran utangya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih sebesar US$1,2 juta. Utang tersebut berasal dari pekerjaan jasa operasional indirect heater dan jasa rental separator.
“Namun hingga tanggal permohonan a quo ini diajukan, JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia ltd tetap tidak melaksanakan kewajibannya,” ungkap permohonan itu.
Pihak JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia sendiri menyatakan sudah memenuhi kewajibannya. Jesse Monntje, bagian legal JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia, mengklaim pihaknya telah melakukan penyelesaian pembayaran.
“Kasusnya pernah masuk pengadilan dan telah dicabut karena PHE [Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai] melakukan penyelesaian pembayaran,” katanya. Untuk permohonan yang baru ini, kata dia, pihaknya belum mengetahui secara jelas.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon membenarkan bahwa termohon memang pernah diajukan ke pengadilan. Akan tetapi, kata Pringgo, permohonan itu diajukan oleh pihak yang berbeda, yakni PT Global Pacific Energy.
“Mereka memang pernah diajukan PKPU dan kemudian dicabut karena ada pembayaran dari debitur, tapi pembayaran itu kepada Global Pacific,” katanya.
Permohonan PKPU itu diajukan karena pemohon memperkirakan JOB Pertamina-Golden Spike tidak dapat melanjutkan pembayaran utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih itu.
Maka, berdasar pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU, kreditur berhak mengajukan PKPU agar debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya.
Alasan pemohon mengajukan Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai dan PT Golden Spike Energy Indonesia sebagai termohon karena JOB Pertamina-Golden Spike bukan subjek hukum, melainkan badan operasi bersama.
Kedua perusahaan itu mengerjakan eksplorasi di Blok Raja Tempirai, Sumatera Selatan. Perjanjian kontrak kerjasama JOB Pertamina-Golden Spike dibuat pada 1989 dan berakhir 2009.
PHE Raja Tempirai selaku operator memegang 50% saham dan sisanya di tangan partner-nya, Golden Spike.
“Pihak pendiri joint operating boddy-production sharing contrac, yaitu termohon I dan termohon II sebagai subjek hukum yang bertanggungjawab secara tanggung renteng terhadap utang JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia ltd.,” ungkap pemohon.
Pemohon minta majelis hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk menetapkan PKPU sementara para termohon untuk paling lama 45 hari. (Bsi)