KUTA: Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) mencatat pencari suaka politik di Indonesia terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
"Peningkatan pencari suaka ini dipicu oleh situasi di beberapa negara yang dilanda konflik berkepanjangan," kata Mitra Salima Suryono selaku staf pejabat Hubungan Eksternal Kantor UNHCR Jakarta di Kuta, Bali, Jumat (6/7/2012).
Ia menyebutkan, pada 2008, Indonesia kedatangan 389 orang pencari suaka. Kemudian, pada 2009, naik lebih dari 800% menjadi 3.230 orang. Pada 2010 dan 2011, masing-masing 3.905 dan 4.052 orang.
"Pada periode Januari--Mei 2012, tercatat 4.552 orang pencari suaka ditambah 1.180 orang pengungsi internasional yang datang ke Indonesia," katanya di sela-sela sosialisasi "Mandat UNHCR dan Permasalahan Pengungsi di Indonesia" itu.
Dari kedua kelompok yang keseluruhannya berjumlah 5.732 orang tersebut, sekitar 20 persen hingga kini ditampung di Rumah Detensi Imigrasi yang tersebar di 13 daerah.
"Sisanya ada di indekos dan wisma-wisma lainnya yang difasilitasi lOM (organisasi internasional di bidang migrasi)," kata Mitra didampingi Asisten Bidang Perlindungan UNHCR Nurul Rochayati.
Pada tahun ini pula terdapat 74 pencari suaka pulang secara sukarela ke negara asalnya dan 60 orang ditempatkan ke negara pihak ketiga, seperti Australia dan Filipina.
Pencari suaka terbanyak yang datang ke Indonesia berasal dari Afghanistan sekitar 59% , Iran sembilan persen, Pakistan enam persen, dan sisanya berasal dari Irak, Myanmar, Sri Lanka, dan Somalia.
Pada 2011, terdapat 403 pencari suaka ditempatkan ke negara ketiga dan 139 orang pulang secara sukarela, sedangkan 2010 sebanyak 171 orang ditempatkan ke negara ketiga dan 306 pulang secara sukarela.
Mitra mengemukakan selama ini pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 mengenai Statuta Pengungsi. Sebagaimana Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham), konvensi tersebut akan diratifikasi pada 2014.
Selama konvensi tersebut belum diratifikasi, pemerintah Indonesia tidak berkewajiban menaturalisasi pencari suaka dan pengungsi, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Australia dan pemerintah Filipina.
"Namun, UNHCR mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia yang bersedia menampung sementara para pencari suaka dan pengungsi serta tidak memblokir jalur perjalanan mereka," katanya.
Setiap pencari suaka dan pengungsi yang datang ke Indonesia, jelas dia, semua proses, mulai dari registrasi, wawancara, penentuan status pengungsi atau bukan, hingga mencarikan solusi jangka panjang ditangani oleh UNHCR."Di Indonesia ini proses tersebut berjalan relatif singkat, hanya satu tahun, sedangkan Malaysia bisa dua tahun dan negara lain lebih lama lagi," katanya.
Dalam memberikan solusi kepada pencari suaka dan pengungsi, lanjut dia, UNHCR tidak boleh memaksa mereka untuk pulang ke negara asalnya.
"Kepulangan mereka harus didasari oleh kerelaan. Kalau tidak ingin pulang, kami yang akan mencarikan solusi penempatan ke negara ketiga. Solusi ini yang butuh waktu lama. Oleh sebab itu, ada pencari suaka dan pengungsi yang menetap di Indonesia sampai sembilan tahun karena belum mendapat persetujuan dari negara ketiga," kata Mitra menambahkan.(Antara/msb)