Jika Pulau Bali menjadi ikon pariwisata bagi Indonesia, Korea Selatan menawarkan Pulau Jeju sebagai lokasi utama bagi wisatawan karena pesona keindahan alamnya.
Hari itu, New7Wonders of Nature menunjuk Pulau Jeju sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia ketika saya menjejakkan kaki di pulau itu. Peristiwa ini seakan memberi sedikit pelajaran dari keseriusan dan komitmen pemerintah Korsel untuk menarik wisatawan asing dan lokal.
Betapa tidak. Pada saat Taman Nasional Komodo masuk dalam nominasi dan tengah dalam proses pemilihan calon tujuh keajaiban alam dunia, kontroversi muncul dan berbagai kritik pedas mengalir dari Indonesia yang menuding lembaga New7Wonders fiktif. Akan tetapi, situasi serupa tak terjadi di Negeri Ginseng. Pemerintah dan warga Korsel justru sangat antusias menyambut pemilihan ini.
Sehari menjelang pengumuman, saya masih melihat puluhan warga di Seoul tampak berkumpul di Cheonggye Plaza untuk meminta dukungan dari masyarakat agar Pulau Jeju bisa menjadi pemenang. Dan begitu yayasan New7Wonders resmi mengumumkan Pulau Jeju sebagai pemenang, hari itu juga spanduk ucapan selamat langsung dipasang di berbagai penjuru pulau ini.
Pulau Jeju merupakan pulau terbesar di Korsel yang terletak di sebelah selatan Semenanjung Korea. Butuh sekitar 1 jam penerbangan dari Gimpo (bandara utama sebelum digantikan oleh Incheon) menuju Jeju International Airport.
Pulau ini merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki otonomi khusus. Di tengah-tengah Pulau Jeju terdapat Gunung Halla atau gunung tertinggi di seluruh Korea (1.950 m). Bagi sebagian warga Korsel, pulau ini dikenal sebagai tujuan wisata bulan madu pasangan yang baru menikah. Sebagian lainnya menjadikan pulau ini untuk berlibur sambil berbisnis.
Layaknya sebuah pulau wisata, beberapa fasilitas yang disediakan di pulau ini juga bertaraf internasional. Hotel berbintang lebih banyak terlihat dibandingkan kelas melati. Begitu pula tempat konferensi berskala internasional bertebaran di sini. Tidak heran jika pulau ini kerap dijadikan ajang pertemuan internasional.
Piala Dunia FIFA 2002 salah satunya. Turnamen Piala Dunia sepak bola yang pertama kalinya dilangsungkan di luar benua Amerika dan Eropa itu digelar di sini. Saat itu, Korsel bersama Jepang menjadi tuan rumah perhelatan akbar yang rutin dilangsungkan setiap 4 tahunan tersebut. Adalah Stadion Seogwipo, Jeju, yang menjadi saksi saat Jerman mengalahkan Paraguay di babak 16 besar.
Samdado: Tiga hal yang melimpah
Pulau Jeju memiliki julukan samdado yang berarti tiga hal melimpah (sam berarti tiga, da bermakna melimpah dan do artinya pulau). Tiga hal yang dimaksud adalah seokda (bebatuan), pungda (angin), dan yeoda (wanita).
Melimpah dengan batu karena pulau ini banyak sekali batuan yang terbentuk dari muntahan lahar. Maklum saja, topografi Pulau Jeju ini terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu oleh aktivitas vulkanis. Akibatnya, sekitar 90% dari permukaan batunya adalah jenis basalt.
Seongsanilchuibong, atau yang berarti puncak matahari terbit, menjadi wisata andalan di Pulau Jeju. Tempat ini menjadi warisan alam yang dilindungi oleh UNESCO pada 27 Juni 2007. Seongsanilchuibong adalah sebuah kawah gunung berapi yang dikelilingi bebatuan dengan luas 1,68 km² dan tinggi 180 m.
Disebut banyak angin karena layaknya sebuah pulau di tengah laut memang berlimpah terpaan angin. Bahkan pada Juni, pulau ini kerap disambangi angin topan. Berbeda dengan di kota-kota besar Korsel seperti Seoul atau Busan yang berhawa dingin menusuk tulang pada November, pulau ini memiliki suhu lebih hangat sepanjang tahun, meskipun tetap saja dingin untuk ukuran orang Indonesia. Sebagai gambaran, kesejukan udara di Pulau Jeju pada saat itu hampirlah mirip puncak di Bogor pada 1980-an.
Atas iklim yang mendukung itu, banyak tanaman subtropis yang tumbuh subur di pulau ini. Tengok saja buah naga dari Meksiko atau buah Kiwi yang sejatinya berasal dari China. Buah-buahan yang mendominasi di pulau ini adalah tangerine atau sejenis jeruk mungil tanpa biji. Sepanjang mata memandang, Anda akan menemui buah ini.
Adapun yang dimaksud dengan banyak wanita bukanlah perempuan muda berparas cantik seperti para artis di film drama Korea. Di pulau ini, banyak wanita yaitu melimpah dengan perempuan pekerja keras.
Salah satu bidang pekerjaan yang begitu legendaris adalah haenyo atau wanita penyelam. Usia wanita penyelam itu berumur di atas 40 tahun hingga 80 tahun. Bahkan seorang dari mereka yang saya temui, yaitu Jeon Dae Hee, mengaku telah berusia 82 tahun!
Para wanita penyelam di Pulau Jeju ini menjadi salah satu kebanggaan warga Korsel karena mereka sanggup menyelam tanpa bantuan tabung oksigen di kedalaman hingga 30 meter. Rata-rata dari mereka sanggup menahan nafas lebih dua menit. Sekali menyelam, mereka pantang keluar air tanpa hasil tangkapan.
Selain haenyo, wanita Jeju handal di bidang pekerjaan yang masih didominasi kaum laki-laki. Jadi, jangan merasa aneh jika Anda menemui banyak wanita yang berprofesi sebagai pengemudi taksi. Begitu Anda naik taksi, tidak lupa sang supir akan memberikan satu plastik tangerine sebagai compliment.
Selain julukan samdado, rupanya pulau ini juga beralias sammu atau tiga yang tidak ada yaitu pencuri, pengemis dan menutup pintu gerbang. Itulah mengapa di hampir setiap di ladang tangerine, pintu gerbang dibiarkan terbuka oleh pemiliknya. ([email protected])