PT Sarana Karya (Persero) yang merupakan pengelola tambang aspal Buton milik negara menurut rencana akan diakuisisi oleh PT Timah (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tentu rencana tersebut harus diapresiasi jika akuisisi itu dapat mengembalikan kejayaan aspal Buton seperti 25 tahun lalu, dimana aspal Buton pernah terserap oleh Departemen PU hingga 700.000 ton pada 1986.
PT Sarana Karya mengalami kesulitan akibat adanya kebijakan Departemen PU yang sejak 1987 mulai meninggalkan penggunaan aspal Buton pada program pembangunan jalan nasional dan perbaikan jalan di Indonesia.
Alasannya, spesifikasi tidak memenuhi syarat, ditambah lagi adanya kebijakan tender-tender pembuatan jalan di Departemen PU telah menghilangkan keberadaan material aspal Buton sebagai salah satu bahan utama dalam pembuatan jalan. Kekosongan produk aspal dalam negeri kemudian mulai digantikan aspal Pertamina maupun impor dari Singapura atau Iran.
Hasil dari kebijakan tersebut menyebabkan produksi aspal Buton yang terserap Departemen PU tinggal 30.000 ton saja, padahal kebutuhan aspal nasional mencapai 1,5 juta ton.
Produksi Pertamina Cilacap hanya menyumbang 600.000 ton, sisanya yang 900.000 ton didatangkan dari impor. Dengan terserap hanya 30.000 ton saja maka produksi aspal Buton menjadi tidak kompetitif lagi, dan itu menyebabkan PT Sarana Karya merugi.
Jadi sampai saat ini pun Aspal Buton sebagai bahan dasar pembuatan jalan dan merupakan produk nasional tetap menjadi anak tiri di negerinya sendiri.
Nur Adiyanto, Kampung Cilalung, Jombang Ciputat