Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rosan Perkasa Roeslani: Sekarang kami ambil perusahaan sehat

Desember tahun lalu, Bisnis Indonesia genap 25 tahun menyajikan seluk beluk kegiatan bisnis di Tanah Air, yang sekaligus menggores sepak terjang para pelaku bisnis, kegagalan dan kisah mereka.

Desember tahun lalu, Bisnis Indonesia genap 25 tahun menyajikan seluk beluk kegiatan bisnis di Tanah Air, yang sekaligus menggores sepak terjang para pelaku bisnis, kegagalan dan kisah mereka.

Sepekan sekali, Bisnis menampilkan sejumlah tokoh bisnis yang memberikan sumbangan sekaligus mewarnai perkembangan bisnis dan ekonomi di Indonesia.

Untuk edisi kali ini kami memilih Rosan Perkasa Roeslani, pendiri dan pemilik Recapital Group. Laporan selengkapnya silahkan simak.

Selamat membaca.

JAKARTA: Bicara kelompok orang kaya di Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani adalah salah satunya. Dalam tempo 13 tahun dia membangun kerajaan bisnis bersama sahabatnya. Bagaimana kiprah putra dari dr Roeslani ini dalam menjalankan roda bisnisnya, hingga dia mampu mengantarkan salah satu perusahaan terbesar di negeri ini untuk shareswap dengan emiten yang tercatat di London Stock Exchange, berikut petikan wawancara.

Bagaimana keputusan awal Anda mulai terjun di bisnis keuangan?

Sebetulnya, awal mulanya semua bukan by design, tetapi by accident. Saya baru pulang sekolah dari Amerika Serikat, kemudian melamar bekerja di perbankan dan diterima.

Sekitar 1991 saya pulang dan kerja di bank. Kemudian saya sekolah lagi di Belgia sambil bekerja. Pada 1996 saya kembali ke Jakarta dan melamar lagi ke bank, seperti Citibank, Bank Indonesia, BTN, dan beberapa bank lainnya.

Sementara itu, saya juga sempat berhubungan dengan teman saya yang bekerja di Singapura. Akhirnya kami ketemu dan ngobrol-ngobrol dan sepakat membuat usaha. Karena teman saya juga bergerak di bidang finance, akhirnya kami bergabung dan bikin usaha di Jakarta.

Jadi bukan karena planning. Pada waktu itu pikiran saya juga simple, namanya juga baru mulai jadi hanya modal orang saja, saya sendiri plus teman yang dari Sigapura dan dua orang lagi.

Kami berempat mulai dengan pikiran kalau saya gagal, ya sudah saya kerja jadi orang kantoran saja, simple seperti itu. That's how we started pada 1996 akhir.

Waktu itu kami mendirikan PT Republik Indonesia Funding atau sering disingkat saja Finance Indonesia. Pada mula banyak mencibir dengan mengatakan, elu anak muda dari financial advisory, siapa yang akan dengar?

Namun, kami tetap berusaha meyakinkan mereka bahwa kami akan membuat financial restructure. Apalagi pada pertengahan 1997, boleh dibilang hampir semua perusahaan di Indonesia butuh restrukturisasi. Ya sudah mulai jalan tuh perusahaan dan berkembang hingga sekarang. Pada 2002 baru berubah nama dari PT Republik Indonesia Funding menjadi Recapital.

Kami mulainya di Menara Tifa, di Kuningan. Kantornya seluas 80 meter. Kantornya kecil, kalau buka pintu langsung kelihatan deh ruangan saya, dan ruang-ruang lainnya. Warna karpetnya juga pink. Itu bekas kantor advertising. Ya kami mau menghemat biaya. Jadi mau karpet pink atau warna apa pun kami biari saja. Kalau mau ketemu klien, kami ajak pertemuan di luar.

Apa perusahaan pertama yg dibantu Anda?

McDonalds, saya masih ingat itu. Kebetulan saja, itu pun karena Pak Bambang Rahmadi kenalan ayah (dr Roeslani). Itulah untuk pertama kali saya mencari funding dari luar.

Klien berikutnya?

Klien kami berikutnya adalah Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Makanya kami sempat pindah kantor ke GKBI. Kami ditawari untuk berkantor di sana. Kami pindah ke sana pada 1999. Untuk pindah pun kami tidak punya planning. Pokoknya kami harus pindah dari kantor berkarpet pink itu.

Dari sekian banyak klien yang pernah ditangani, pekerjaan apa yang paling monumental?

Kalau buat saya semua ada excitement-nya sendiri-sendiri, beda-beda, demikian juga kalau dilihat dari segi size. Tentunya sekarang dari segi size-nya publik tahu dan komplesitasnya semua beda-beda. Di sana saya ambil alih perusahaan, ada emisi bond, ada IPO (initial public offering). Kami menyelesaikan dalam waktu kurang dari 8 bulan, di mana orang biasanya mengerjakan hal ini bisa tahunan. Alhamdulillah itu bisa kami lakukan.

Namun, dari segi size mungkin Bearau Energy, tetapi kalau dari segi yang menarik dan tantangannya besar, yaitu BTPN (Bank Tabungan Pensiunan Nasional). Karena di sana sudah seperti tidak ada manejemennya selama 4 tahun, kita mengubah culture-nya dan itu cukup menarik. Ya walaupun sebetulnya semua menarik dam masing-masing ada tantangannya.

Butuh waktu berapa lama, mengambil perusahaan, kemudian menjualnya, atau perusahaan tidak jadi dijual dan terus diambil sendiri?

Ya.... kita kan ada komite juga, jadi tidak saya putuskan sendiri untuk diambil alih atau dijual. Namun, kalau untuk mengambil perusahaan sih paling cepat 3-4 bulan average. Ada juga yang 6 bulan, atau bahkan setahun.

Paling lama?

Ada juga yang setahun lebih. Itu karena prosesnya cukup lama.

Apa yang menjadi kendala bagi Anda, sehingga perlu waktu lama?

Sebetulnya bukan kendala, karena kebetulan saya berhubungan dengan pemerintah. Nah itu yang sering menjadi lebih lama. Ada beberapa perusahaan yang dalam prosesnya harus berhubungan dengan pemerintah pusat, atau dengan pemerintah daerah.

Apa misalnya?

Waktu saya ambil perusahaan air di Jakarta. Itu kan prosedur instansinya ada lima, pemerintah daerah sudah pasti, DPRD-nya, kemudian Departemen Pekerjaan Umum, ada dari badan regulator, dan satu lagi World Bank. Untuk menyelesaikannya saya perlu waktu setahun 2 bulan. Namun, bagi saya itu proses yang harus dilalui, walaupun banyak pertanyaan dari mereka ketika itu.

Awalnya dibilang ini pasti duit asing, terus sebagai perusahaan lokal kita dibilang pengalaman masih muda. Itu yang menjadi dasar pertanyaan kelima institusi itu.

Kami jelaskan uang itu banyak berasal dari bank, boleh dibilang 99% dari bank asing. Karena perbankan Indonesia kan bungannya lebih tinggi, berbeda dengan asing mereka lebih rendah, tetapi akhirnya selesai juga.

Sudah berapa banyak perusahaan yang ditangani oleh Recapital?

Wah tidak pernah kepikiran tuh, sudah berapa banyak. Karena kami kan jalani saja.

Ya nggak nyampe 100, tetapi banyaklah. Mungkin lumayan lah ya... Tapi waktu zaman BPPN cukup banyak yang kami tangani. Itu in one time klien kami bisa 30 kali ya, dan semuanya one time.

Kalau saya melihatnya begini, memang pada saat itu [di BPPN] kesempatan terbuka, ke semua pihak, Tidak ada prioritas. Kemudian kami, tentunya anak-anak muda ini memanfaatkan kesempatan itu, tetapi dengan jalan yang panjang, karena apa kita mikirnya juga long term. Kita tidak pernah berpikir untuk dan berniat untuk short term saja dalam berbisnis.

Biasanya kami lihat prosesnya, dulu banyak restructuring. Sebagai advisor, kami waktu itu mulai planning, begitu mulai perusahaan ini restructuring.

Kalau sudah sehat pastikan butuh ekspansi yaitu pendanaan yang bisa masuk perbankan atau pasar modal. Oleh sebab itu, kami masuklah dan membeli perusahaan sekuritas, kami ambil license underwriting., Untuk apa? untuk melakukan eksekusinya.

Nah kemudian, ubah lagi, kami mau naik kelas. Kami sudah punya investasi sendiri, banyak perusahaan. Istilahnya kami mau jadi principle sendiri, dengan networking yang sudah ada, dan sudah dibangun. Kami yakin bisa.

Istilahnya kami naik kelas, dari advisory sampai masuk pasar modalnya, terus naik lagi jadi principal.

Apa biasanya suka duka restructuring perusahaan 'sakit'?

Kalau dukanya sendiri sudah nggak ya, dulu banyak perusahaan yang undervalue, underperformance. Tapi yang stress cukup kita. Sekarang kami juga ambil perusahaan yang sehat, dengan pegangan in the future kami lebih sehatkan lagi, dan tingkatkan pertumbuhannya. Kami lihat masih ada aset yang lebih besar lagi in the future.

Yang dimaksud perusahaan in the future bagus?

Gampang saja, Berau misalnya, perusahaan sehat. Waktu saya masuk, orang lain beranggapan overprice at that time. Sekarang semua bilang rata-rata you're at a good price. Karena waktu itu, setelah kami beli alhamdulillah harga batu bara naik kencang.

Pertimbangan mengambil perusahaan sehat?

Kadang kan kami membeli untuk membesarkan. Ada rasa sayang pada aset, itu yang menjadi problem, kapan kita lepas, kapan kita pegang?

Namun, kami punya tim research, itu yg melakukan analisis. Nanti mereka yang memberitahu kapan ini waktunya mesti dilepas, kapan tidak. Itu dilakukan oleh tim riset dan tim investasi. Kadang-kadang keterikatan emosional bikin saya berat untuk melepas perusahaan.

Apa misalnya yang paling berat?

Mungkin yang pertama BTPN, itu berat. Setelah itu, Dipasena. Banyak orang dan bankir asing mengatakan, Roslan, what is your best year, pemikirannya ke Dipasena.

Susah, dulu pas kami baru masuk, ambil alih dan sedang berjalan, eh BTPN mau. Ya sudah, kami kasih, tetapi kami masih dapat untung lumayanlah. Kami menyadari itu tidak mudah. Jadi kadang-kadang ada deal yang bagus, kadang bukan kami yang dapat. Tapi kadang yang kami lepas, itu juga sebetulnya yang tidak kami peroleh.

Deal yang paling sulit?

Menurut saya itu deal yang paling kompleks dengan DPR, pemerintah pusat dan daerah. Saya berat, sampai sekarang ini, masih ada urusan yang belum putus dan masih sms-an sama saya. Kami sampai begadang dan urus segala macamnya, bareng dengan mereka. Itu yang berat.

Kalau angka, relatiflah. Kadang-kadang kami jual, harga relatif bagus, tetapi kadang juga tidak. Tetapi kami tidak boleh menyesal, tidak boleh protes. Rezeki itu di mana-mana.

Yang berat lagi itu menjaga hubungan, dan rata-rata di perusahaan yang pernah saya jual, kami masih berhubungan sampai sekarang. Paling tidak bertemu untuk silaturahmi.

Ada beberapa prinsip-prinsip yang membuat kami kuat. Ini kan dunia bisnis, selain soal hitung-hitungan, berhubungan dengan orang, meyakinkan orang, dan harus yang menggerakkan dari dalam, membuat tetap semangat.

Obsesi atau cita-cita yang belum tercapai?

Ada sih satu cita-cita, saya ingin orang yang kerja dengan saya sampai 2 juta orang.

Kenapa begitu? Kalau buat saya, itu bukan sepele, banyak perusahaan yang kita tangani, pekerjaan makin banyak. Tentunya perlu SDM yang banyak. Melenceng sedikit saja, itu bahaya. Namun, dengan itu kami membantu banyak orang melalui pekerjaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Adam A. Chevny
Editor : Mursito

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper