Bisnis.com, JAKARTA - Minat baca masih menjadi pekerjaan rumah dalam peringatan Hari Buku Nasional 17 Mei kemarin. Kajian Perpustakaan Nasional 2015 menunjukkan minat baca masyarakat masih 25,1 atau rendah.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Woro Titi Haryanti, menyebut kajian minat baca dilakukan di 28 kota/kabupaten di 12 provinsi dengan 3.360 responden. Indikator utama kajian yakni frekuensi membaca per minggu, lama membaca per hari, jumlah halaman dibaca per minggu, dan alokasi dana untuk belanja buku per tahun.
Dari sisi lama membaca, hasilnya:
- 63% membaca 0-2 jam per hari
- 31% membaca 2-4 jam
- 4% membaca 4-6 jam
- 2% membaca lebih dari 6 jam.
Selain itu dari sisi jumlah halaman dibaca:
- 62% membaca 0-100 halaman per minggu
- 32% membaca 101-500 halaman
- 5% membaca 501-1.500 halaman
- 1% membaca lebih dari 1.500 halaman.
Adapun, frekuensi membaca:
- 26% 0-2 kali per minggu
- 44% 2-4 kali per minggu
- 16% 4-6 kali per minggu
- 14% lebih dari 6 kali per minggu.
Sedangkan dari alokasi dana untuk belanja buku:
- 44% mengalokasikan dana 0-Rp100.000 per tahun,
- 29% mengalokasikan dana Rp101.000 - Rp200.000
- 17% mengalokasikan dana Rp201.000 - Rp500.000
- 10% yang mengalokasikan dana lebih dari Rp500.000.
Hasil kajian ini tidak berbeda dengan data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0.001. Artinya, dari 1.000 penduduk hanya satu warga yang tertarik untuk membaca.
"Hasil kajian ini menjadi pedoman menyusun sederet rencana untuk meningkatkan minat baca masyarakat," tuturnya.
Meski terhitung rendah, menurut Woro, ketika di lapangan ternyata masyarakat senang sekali membaca buku. "Ajakan kami bagaimana mendekatkan buku kepada masyarakat supaya ada gairah," imbuhnya.
Kabid Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca, Nani Suryani, mengatakan rendahnya minat baca berkaitan langsung dengan minimnya akses untuk mendapatkan bahan bacaan. Selama ini akses bahan bacaan baru tersebar di perkotaan, tetapi belum sampai ke pelosok Tanah Air.