Bisnis.com, JAKARTA - Tak ada yang memungkiri bahwa generasi muda memegang peranan penting dalam kemajuan perekonomian sebuah negara.
Dan belum lama ini, Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa melansir data terbaru bahwa 1,8 miliar pemuda berpotensi menjadi generasi pembentuk dan pemimpin masa depan yang memberikan perubahan terhadap dunia.
Indonesia, sebagai negara yang hampir sepertiga penduduknya berusia di bawah 15 tahun, sudah seharusnya menangkap hal terebut dengan melakukan investasi dan memberdayakan sumber daya generasi muda itu guna mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial masa depan yang semakin baik.
Salah satu bentuk investasi yang paling tepat dan urgen untuk dilakukan adalah membekali generasi muda itu dengan pendidikan berkualitas tinggi yang relevan. Belum lagi, dalam 2015 sudah memasuki zona Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
"Sistem pendidikan yang tepat dan berkualitas dapat menjadikan generasi muda Indonesia siap menghadapi segala bentuk persaingan global, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015," tutur Ainun Chomsun, Pemerhati Pendidikan yang juga inisiator gerakan Indonesia Berbagi saat menjadi pembicara di Media Talkshow "Sampoerna School System: Persiapan Jelang Persaingan Global”, di Bogor, Kamis (4/12/2014).
Menurutnya sudah waktunya Indonesia harus mengambil keberanian merancang ulang sistem pendidikan, mengubahnya menjadi mesin penggerak pembangunan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas SDM.
Selain akan menghadapi pasar persaingan bebas, Indonesia juga diprediksi menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia pada 2030.
McKinsey Global Institute menyatakan prediksi tersebut dapat terwujud apabila Indonesia memiliki 113 juta generasi muda yang memiliki keterampilan dan keahlian.
Namun sayangnya, fakta lain dari Badan Pusat Statistik 2010 menunjukan Indonesia hanya memiliki 22,1 juta orang yang merupakan tenaga kerja terampil, dan hanya 6,5 juta orang yang ahli di bidangnya.
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja terampil di Indonesia (talent gap).
Sehingga dapat mengakibatkan kondisi dimana berbagai posisi penting di perusahaan-perusahaan diduduki oleh pekerja asing.
Putera Sampoerna Foundation, salah satu organisasi yang concern terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, mencoba menjawab permasalahan kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja yang terampil tersebut dengan menghadirkan sebuah sistem pendidikan berkualitas bernama Sampoerna School System.
Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna Foundation mengatakan bahwa Sampoerna School System adalah sistem atau perjalanan pendidikan pertama di Indonesia yang mengimplementasikan kurikulum kelas dunia terbaik, mulai dari tingkat taman kanak-kanan (TK) hingga tingkat universitas.
Menurutnya sistem pendidikan ini fokus pada pengembangan karakter dan menawarkan jalur pendidikan yang diakui secara internasional dengan fokus pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering,& Math) untuk membentuk dan memperkuat karakter siswa yang tangguh dalam memecahkan masalah dengan mengasah pemikiran kritis, keuletan dan ketekunan.
Pihaknya mengklaim pendidikan berbasis STEM membentuk sumber daya manusia yang mampu bernalar dan berpikir kritis, logis, dan sistematis sehingga mereka nantinya mampu menghadapi tantangan global serta mampu meningkatkan perekonomian negara.
Pendidikan STEM mengasah kemampuan generasi muda Indonesia untuk memahami isu yang lebih kompleks sehingga dapat mencari solusi yang kreatif.
Selain itu, siswa didik dibekali dengan metode ajar yang dapat mengasah kemampuan soft skill serta membangun karakter siswa, memiliki etos kerja, motivasi yang tinggi, kreatif dan inovatif, serta mampu menyesuaikan keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan kerja
"Kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan keterampilan kreatif sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan guna meningkatkan produktivitas," ujarnya.
Menurutnya saat ini pendidikan berbasis STEM dipercaya sebagai landasan dalam pengembangan dan pembangunan bangsa serta menjadi bekal amunisis untuk menghadapi persaingan global.
Hal tersebut berdasarkan data National Science Foundation, yang menyatakan bahwa dalam 10 tahun ke depan, sedikitnya 80% lapangan pekerjaan akan membutuhkan kemampuan kompetensi sains, teknologi, teknik dan matematika.
Sementara itu, Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat, dalam empat tahun ke depan alias 2018, hampir 30 pekerjaan yang berkembang pesat akan memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan memadai di bidang STEM.
Selain itu , ditambah juga berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum, Indonesia baru bisa memproduksi 42.000 dari 175.000 insinyur per tahun.
Di sisi lain, Tiongkok dan India sudah dapat menghasilkan masing-masing 764.000 dan 498.000 insinyur per tahun.
M.Ikhlasul Amal Ph.D, Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI menyatakan bahwa pendidikan berbasis STEM akan membentuk SDM yang mampu bernalar dan berpikir kritis, logis, sistematis dan tangguh.
"Realitas yang terjadi saat ini banyak anak generasi muda yang kurang tanggung dan mudah menyerah ketika menghadapi sebuah kesulitan di dalam pekerjaannya," ujarnya.
Menurutnya pendidikan berkualitas berbasis STEM sangat dibutuhkan guna meningkatkan kualitas SDM di Indonesia, mempersiapkan mereka dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan mewujudkan proyeksi Indonesia sebagai negara perekonomian terbesar ke-7 di dunia pada 2030," ujarnya.
"Apabila sejumlah data dan fakta yang ada tidak segera direspon pemerintah dan para stakeholder, terutama berkenaan dengan pasar bebas ASEAN 2015, bisa jadi Indonesia terpaksa harus mengandalkan insinyur asing jika belum bisa memenuhi kebutuhannya," ujarnya.
Akibat ketimpangan tersebut, pekerja asing akan banyak menduduki posisi strategis di beberapa perusahaan dalam negeri. Dan bukan tidak mungkin justru generasi muda di Tanah Air ini bakal menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di negeri sendiri.