Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE) 2017-2021, Senin (10/2/2025).
Berdasarkan pantauan Bisnis, Rini terlihat keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 15.15 WIB. Dia mengenakan masker putih yang menutupi sebagian besar wajahnya.
Menteri BUMN Kabinet Kerja itu irit berbicara soal pemeriksaannya oleh penyidik KPK hari ini. Namun, dia tak menampik bahwa dirinya dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus jual beli gas PGN dengan PT IAE.
Menurut Rini, dia ditanyai soal siapa direktur maupun pejabat di lingkungan PGN saat dirinya menjabat menteri.
"Pokoknya mengenai beberapa informasi, apa namanya, nama dirutnya siapa, ini-ini gitu. Ada yang masih ingat, ada yang lupa. Udah 10 tahun," katanya kepada wartawan, Senin (10/2/2025).
Rini mengeklaim ditanyai saat PGN diakuisisi oleh Pertamina. Dia menyebut akuisisi itu dilakukan sesuai dengan program pemerintah.
Baca Juga
"Program itu adalah program Pemerintah, betul. Progam pemerintah untuk PGN diakuisisi. Gitu ya," ungkapnya.
Adapun Rini mengaku tidak tahu menahu soal transaksi jual beli gas antara PGN dan PT IAE yang kini diperkarakan KPK. Dia mengatakan bahwa transaksi itu hanya diketahui oleh level direktur saja.
"Ini transaksi sebetulnya [sampai] direktur [saja] biasanya, gak sampai dirutnya. Tapi saya enggak tahu," tuturnya.
Meski demikian, dia mengingat bahwa direktur PGN yang saat itu menjabat ketika dia menjadi Menteri BUMN adalah Danny Praditya.
"Direkturnya? Kalau enggak salah iya," pungkas perempuan yang pernah menjadi Direktur Utama PT Astra International itu.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan mantan Direktur Komersial PGN Danny Praditya dan Komisaris PT IAE sekaligus Direktur Utama PT Isargas Iswan Ibrahim sebagai tersangka pada kasus tersebut.
Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.79/DIK.00/01/05/2024 dan No.80/DIK.00/01/05/2024 pada tanggal 17 Mei 2024.
Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dugaan kerugian negara itu berawal dari kegiatan jual-beli gas PGN sebagaimana hasil audit tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).