Bisnis.com, JAKARTA - Gelombang panas atau heatwaves menyerang sejumlah wilayah di Asia hingga menyebabkan kekeringan.
Negara terparah yang mengalami gelombang panas ini adalah Oman dan India. Per 1 Mei 2024, wilayah Joba di Oman memiliki suhu mencapai 50,7॰C.
Kemudian India wilayah Baripada, Balasore, Midnapore, Bhubaneswar, Nadval, dan Bankura memiliki suhu 45-46॰C.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangannya mengatakan, untuk Asia Tenggara yang memiliki suhu terpanas adalah Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja.
BMKG mencatat wilayah Chauk, Myanmar memiliki suhu tertinggi sebesar 45.8॰C dan wilayah Sagaing, Myanmar sebesar 45.0॰C.
“Sedangkan untuk negara Asia Tenggara di dekat khatulistiwa seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina memiliki suhu harian yang masih di ambang batas wajar,” ucapnya.
Baca Juga
Penyebab Gelombang Panas
Adapun penyebab gelombang panas yang menyerang wilayah Asia ini ternyata sudah diperingatkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO.
Dari laporan "The Intergovernmental Panel on Climate Change" yang dikutip situs resminya, diungkapkan bahwa serangan suhu panas masih akan berlanjut hingga beberapa dekade mendatang.
Penyebab gelombang panas di Asia tersebut disebabkan perubahan iklim, hingga kerusakan iklim hingga menyebabkan suhu rata-rata naik.
Kerusakan iklim yang terjadi di Asia tersebut juga disebabkan oleh bahan bakar fosil yakni BBM dan batu bara.
Mengutip dari CBS, para ilmuwan berbeda pendapat mengenai dampak fenomena cuaca El Nino yang sedang berlangsung.
Namun banyak yang percaya bahwa pemanasan sementara di Pasifik tengah, yang telah mengubah pola cuaca di seluruh dunia selama bertahun-tahun, telah memperburuk keadaan pada musim panas ini di Asia Selatan dan Tenggara.
“Saya pikir ini adalah gabungan dari El Niño, pemanasan global dan perubahan musim,” kata Prof. Raghu Murtugudde, ilmuwan iklim di Institut Teknologi India Mumbai, kepada CBS News.
Menurutnya, El Nino sedang bertransisi ke La Nina. Sehingga saat ini adalah waktu ketika pemanasan maksimum terjadi di Samudera Hindia.
"Jadi, semua hal ini pada dasarnya menambah steroid pada cuaca," lanjutnya.
Murtugudde mencatat bahwa fenomena El Nino sudah terjadi pada bulan Maret 2023, sehingga gelombang panas tahun lalu juga disebabkan oleh kombinasi pemanasan global, El Niño dan siklus tahunan, namun ia mengatakan tahun ini lebih buruk karena peralihan ke La Pola Nina.
Namun, tidak semua ilmuwan iklim sepakat mengenai dampak El Niño.
“Kami melihat gelombang panas bahkan tahun lalu dan El Nino tidak disalahkan,” kata Prof. Krishna AchutaRao, ilmuwan di Pusat Ilmu Atmosfer Institut Teknologi India di Delhi, kepada CBS News.
Tahun lalu, gelombang panas yang parah menewaskan lebih dari 100 orang di India dan Pakistan saja pada bulan April dan Mei, sekali lagi menghancurkan tanaman dan berdampak pada jutaan orang.
“Sama seperti tahun ini, tahun lalu gelombang panas meluas dari sebagian India hingga Bangladesh dan Myanmar, hingga Thailand. Tahun ini meluas lebih jauh ke timur, hingga Filipina. Jadi, polanya sama,” kata AchutaRao.
Dari pendapatnya, ia mengaku tidak terlalu percaya bahwa El Nino menjadi salah satu sebab dari munculnya gelombang panas ekstrem yang terjadi di Asia.