Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Silang Pendapat Jelang Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadan 1445 Hijriyah

Muhammadiyah menilai Sidang Isbat penentuan awal Ramadan 1445 Hijriyah tak perlu dilakukan. Respons berbeda disampaikan PBNU dan Kementerian Agama.
Erta Darwati,Sholahuddin Al Ayyubi
Minggu, 10 Maret 2024 | 14:26
Siluet anggota tim Hisab Rukyat memantau hilal di Jakarta. Bisnis/Abdurachman
Siluet anggota tim Hisab Rukyat memantau hilal di Jakarta. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Silang pendapat terjadi di ruang publik jelang berlangsungnya Sidang Isbat penentuan awal Ramadan 1445 Hijriyah.

Seperti diketahui, Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat penetapan awal Ramadan 1445 Hijriyah pada hari ini, Minggu (10/3/2024) pada pukul 17.00 WIB.  

Dalam Sidang Isbat, Kemenag melalui tim Hisab dan Rukyat akan memaparkan posisi hilal awal Ramadan 1445 H berdasarkan hasil hisab (perhitungan astronomi). Hal itu dilakukan sebelum Sidang Isbat penetapan awal Ramadan 1445 Hijriah digelar secara tertutup persis setelah salat Maghrib.  

Namun, langkah Kemenag menggelar Sidang Isbat penentuan awal Ramadan 1445 Hijriyah dinilai tak perlu dilakukan. Usulan datang langsung dari salah satu organisasi Islam besar di Nusantara yakni Muhammadiyah.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti menyarankan agar Kemenag tidak perlu menggelar sidang isbat lantaran pemerintah sudah menyepakati kriteria bulan baru Hijriyah bersama Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).

Berdasarkan perhitungan astronomi, sudah diprediksi bahwa saat sidang isbat 10 Maret posisi bulan berada di bawah kriteria MABIMS.

Nahdlatul Ulama, organisasi Islam besar di Indonesia lainnya, yakni Nahdlatul Ulama (NU) langsung merespons usulan tersebut.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menolak usulan peniadaan Sidang Isbat penentuan awal Ramadan dan Idulfitri 2024.

Dia menegaskan bahwa Sidang Isbat telah menjadi aturan yang ditetapkan pemerintah, sehingga penghapusan itu memerlukan proses panjang. 

"Pertama, sidang isbat itu sudah menjadi ketentuan pemerintah, sehingga untuk menghapus itu butuh proses panjang. Tidak bisa tiba-tiba kalau misalnya Menteri Agama tiba-tiba bilang tahun ini tidak ada sidang isbat, tentu kami akan protes juga karena ini sudah jadi aturan," katanya, dalam keterangan persnya pada Sabtu (9/3/2024).

Lebih lanjut, Gus Yahya mengatakan bahwa sidang isbat diselenggarakan untuk menjaga keharmonisan masyarakat selama Ramadan dan Idulfitri.

"Sebetulnya sidang isbat ini diselenggarakan untuk tujuan agar harmoni masyarakat tetap terpelihara dalam Ramadan dan Idul Fitri nanti. Setahu saya bahkan dulu yang mengusulkan sidang isbat sendiri dari Muhammadiyah. Itu usul saja," ujarnya.   

Dia menegaskan bahwa PBNU akan tetap mengikuti prosedur dan hasil sidang isbat yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Kalau bagi Nahdlatul Ulama kami tetap saja berpegang pada pandangan bahwa awal Ramadan dan Idulfitri itu ditentukan berdasarkan hasil rukyah hilal. Nah, karena ada aturan bahwa pemerintah melakukan sidang isbat, maka kami dengan ini menyandarkan diri kepada hasil sidang isbat itu sendiri dari pemerintah," ucapnya. 

Selanjutnya, bahkan dia mengatakan tidak boleh mengumumkan pandangan yang berbeda dari pemerintah kalau sudah ada penetapan isbat dari pemerintah. 

Gus Yahya juga menekankan pentingnya meningkatkan spiritualitas dan menghindari ceramah yang memuat provokasi selama bulan Ramadan.   

"Dalam suasana Ramadan ini, mari kita tingkatkan pendekatan diri kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya. Perbedaan pandangan sudah biasa, dan masyarakat tidak diganggu olehnya. Mari kita manfaatkan bulan Ramadan ini untuk meningkatkan ikhtiar rohani kita," tambahnya. 

Sementara itu, dia menekankan bahwa pandangan NU selalu bersandar pada keputusan sidang isbat pemerintah, dan mengajak semua pihak untuk menjaga kedamaian dan kesatuan umat selama Ramadan.

"Kami ingatkan dan kami imbau kepada semua ya daripada kita melakukan provokasi mari kita tingkatkan setiap pendekatan diri kita kepada Allah," ujarnya.


TANGGAPAN KEMENAG

Respons serupa datang dari Kemenag. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Kemenag, Adib, menjelaskan Sidang Isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler.

Meski begitu, Adib menjelaskan bahwa sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

"Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang Isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan," ujarnya, dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (9/3/2024).

Menurutnya, Sidang Isbat dibutuhkan sebagai forum untuk mengambil keputusan bersama dan diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan.

Dia menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Kemudian, dia mengatakan bahwa hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum.

"Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam Sidang Isbat,” tambahnya.

Adib mengatakan bahwa Sidang Isbat dilakukan Kemenag untuk memberikan kepastian ke masyarakat terkait waktu pelaksanaan ibadah, sehingga harus digelar sidang dan diputuskan.

Kemudian hasil dari sidang isbat itu diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat Indonesia dalam menentukan pelaksanaan ibadah.

"Selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No. 2/2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah," tutur Adib dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (10/3/2024).

Adib juga menjelaskan untuk memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama dan berlaku secara nasional.

Rukyat merupakan kegiatan mengamati visibilitas hilal, penampakan bulan sabit yang tampak pertama kali setelah terjadi ijtimak atau konjungsi, sementara hisab merupakan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.

Adib juga mengatakan bahwa Sidang Isbat untuk penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah bukan hanya dilakukan oleh Indonesia saja, tetapi negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tingginya. 

"Bedanya, Indonesia hanya menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta Sidang Isbat," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper