Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Pre-Order Makanan Kian Diminati, Margin Lebih Tinggi

Bisnis makanan-minuman usaha rumahan dan bisnis turunannya melalui pre-order (pesanan ketika barang belum tersedia) makin diminati.
Bisnis makanan-minuman usaha rumahan dan bisnis turunannya melalui pre-order (pesanan ketika barang belum tersedia) makin diminati. Dok. Freepik.
Bisnis makanan-minuman usaha rumahan dan bisnis turunannya melalui pre-order (pesanan ketika barang belum tersedia) makin diminati. Dok. Freepik.

Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis makanan-minuman usaha rumahan dan bisnis turunannya melalui pre-order (pesanan ketika barang belum tersedia) makin diminati dan prospektif seiring dengan beberapa keunggulan skema ini.

Hal itu berdasarkan riset lembaga riset independen Svara Research Indonesia bertajuk Food Delivery Market Research. Svara yang fokus pada riset ekonomi, bisnis, dan manajemen ini, melakukan survei atas potensi bisnis pre-order atau PO terhadap100 responden di mana 74 orang dilakukan survei online dan 26 wawancara mendalam di Bali dan Surabaya.

Dari data informal, jumlah bisnis makanan dan minuman berbasis usaha rumahan di Indonesia saat ini diprediksi mencapai antara 2-2,2 juta unit, kendati data formal secara spesifik saat ini belum tersedia.

Dalam riset terbarunya itu, Svara menilai skema pre-order atau PO mampu menciptakan diferensiasi yang unik dibandingkan dengan platform pesan-antar makanan (online food delivery) besar yang fokus pada pengiriman instan atau merchant yang menyediakan stok (ready stock).

“[Dengan skema pre-order], pelanggan sangat menghargai nilai dari harga yang diberikan oleh perusahaan penyedia layanan pre-order food, didorong oleh makanan rumahan dengan harga terjangkau, tarif pengiriman tetap, dan promosi harga yang sering dilakukan,” papar Ida Ayu Erica Pramesty Utami, Pendiri dan Peneliti Senior Svara Institut, dalam hasil publikasi risetnya, dikutip Rabu (20/9/2023).

Skema pre-order juga dinilai bermanfaat bagi merchant, terutama bagi UMKM yang melayani volume kecil dan permintaan yang tidak dapat diprediksi.

Dibandingkan dengan skema pemesanan instan yang ditawarkan oleh platform pesan-antar makanan lainnya, seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood, pesanan berdasarkan PO mengurangi risiko kelebihan stok dan memberikan fleksibilitas waktu – fitur yang juga cocok untuk penjual paruh waktu.

“Biaya komisi yang lebih rendah, hanya 12,5 persen dari penjualan, dibandingkan platform lain yang hampir 35 persen menarik para penjual UMKM yang sadar akan margin. Hal ini juga berarti harga yang lebih murah bagi pelanggan, karena penjual tidak perlu membebankan biaya tambahan kepada pelanggan,” jelas Ida Ayu.

Sebagai catatan, saat ini tidak banyak pelaku usaha yang fokus pada platform PO di antaranya perusahaan rintisan bukaPO, Kulina, dan InKanteen sehingga ceruk pasar yang digarap masih terbuka luas.

Sebagai gambaran besarnya potensi ini juga menarik minat perusahaan modal ventura untuk masuk melakukan investasi ke perusahaan di bisnis PO. BukaPO misalnya telah mendapatkan tiga putaran pendanaan baik dari investor dalam negeri dan luar negeri.

Svara memberikan bahwa contoh soal margin, di mana besaran komisi yang diterapkan bukaPO hanya sebesar 12,5 persen. Jumlah ini lebih murah dibandingkan platform lain, sehingga berdampak pada tingginya kepuasan dari merchant.

“Baik pedagang maupun pelanggan menunjukkan kepuasan yang besar terhadap layanan dengan sistem pre-order, termasuk bukaPO yang ada.”

Dari segi teknologi, tulis Svara, platform yang ada sudah cukup untuk melayani permintaan. Namun perbaikan di masa depan mungkin didedikasikan untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik bagi pelanggan.

Potensi risiko lain yang harus dimitigasi oleh bukaPO dan para pelaku usaha di pre-order ini adalah masalah keberlanjutan pedagang. Di sisi lain, peluang muncul dari segmen pelanggan baru dengan menjajaki potensi pesanan berulang.

Di sisi lain, sejumlah riset independen juga mengungkapkan besarnya potensi pasar makanan di Tanah Air sehingga mendorong bisnis turunannya, termasuk pesanan online juga akan berkembang.

Mordor intelligence, dalam riset terbarunya, memperkirakan nilai pasar makanan di Indonesia ditaksir menyentuh angka US$48,73 miliar di 2023 atau setara Rp730 triliun dan diprediksi tembus US$103,76 miliar di 2029 atau Rp 1.556 triliun. Pertumbuhan rata-rata tahunan [CAGR] bisa sebesar 13,42 persen selama 2023-2029.

Sementara itu, jumlah keuntungan bisnis makanan di Indonesia bernilai US$22,96 miliar di 2020 atau setara Rp344 triliun dengan estimasi pertumbuhan tahunan sebesar 18 persen hingga 2025 menurut riset Global Data.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper