Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BRIN Bantah Detektor Tsunami Tak Berfungsi, Malah Sebut Buoy Mahal dan Tak Efektif

Kepala BRIN menyebut pihaknya belum pernah mengoperasikan detektor tsunami berbasis buoy. Metode ini diklaim mahal dan tak efektif.
Teknologi deteksi gempa dan tsunami menggunakan platform buoy atau pelampung yang tertanam dengan semacam jangkar di dasar laut agar posisinya terjaga, dikenal dengan sistem deteksi tsunami berbasis buoy./Dok. BRIN
Teknologi deteksi gempa dan tsunami menggunakan platform buoy atau pelampung yang tertanam dengan semacam jangkar di dasar laut agar posisinya terjaga, dikenal dengan sistem deteksi tsunami berbasis buoy./Dok. BRIN

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menepis kabar perihal tidak berfungsinya alat deteksi dini tsunami berbasis buoy. Alat tersebut memang belum pernah dioperasikan dan tidak terlalu efektif pada level riset. 

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa lembaganya hanya sebatas melakukan riset mengenai sistem deteksi dini tsunami atau Indonesia Tsunami Eraly Warning System (InaTEWS).

Tidak hanya itu, dia juga meluruskan informasi bahwa BRIN memang tidak pernah mengoperasikan sistem deteksi dini tsunami.

"Jadi kita belum pernah mengoperasikan yang namanya alat pendeteksi dini tsunami. Belum pernah ada, karena BRIN dulu tidak akan pernah menjadi operator. Harusnya yang menjadi operator adalah BMKG," tuturnya pada konferensi pers di kantor BRIN, Jakrta, Jumat (10/2/2023).

InaTEWS, lanjut Handoko, merupakan sistem deteksi dini tsunami berbasi kombinasi beragam sensor yang terkoneksi dengan kabel optik. Sistem tersebut bisa diletakkan di buoy atau sebagainya.

Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu lalu membeberkan bahwa alat tersebut sebenarnya tidak terlalu efektif.

"InaTEWS yang basis utamanya adalah sensor kabel optik yang berada di laut, itu tidak begitu berhasil. Ya, saya sampaikan saja. Kalian perlu tahu kan, dan memang itu terlalu dan sangat mahal," tuturnya.

Di sisi lain, operator dari sistem deteksi dini itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), disebut keberatan lantaran harus menjamin alat tersebut efisien, andal, namun dengan biaya terjangkau. Apalagi, sensor deteksi itu bakal dipasang pada kabel optik di dasar laut.

"Kalau kabel optik seperti kabel optik telekomunikasi misalnya itu 10 tahun harus diganti. Itu berapa triliun rupiah ganti, kan tidak mungkin kita melakukan hal seperti itu," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Sebatas Riset

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper