Bisnis.com, JAKARTA - Letusan gunung berapi Mayon pada 01 Februari 1814 dianggap sebagai letusan gunung berapi paling dahsyat.
Itu dianggap sebagai letusan tipe Plinian yang ditandai dengan letusan eksplosif besar yang membentuk kolom gas gelap dan tephra yang tingginya mencapai <11 km.
Letusan itu, menghancurkan lima kota di lereng selatan gunung berapi dan menewaskan sedikitnya 1.200 orang.
Sekitar pukul 08.00, saksi mata melihat gunung berapi tersebut tiba-tiba mengeluarkan kolom material piroklastik yang gelap dan tebal. Sungai lava menuruni lereng. Beberapa jam kemudian, abu dan batu api mulai menghujani Albay dan Camarines.
Sekitar pukul 13.30, letusan melambat. Lapisan abu dan bebatuan yang tebal menutupi kota Albay dan Camarines.
Kota Cagsawa, Albay terkubur seluruhnya. Orang-orang mencari perlindungan di Gereja Cagsawa selama letusan. Sayangnya, gereja tersebut dihancurkan oleh aliran piroklastik.
Baca Juga
Hanya menara gereja yang tersisa. Direktur Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina (PHIVOLCS) Renato Solidum mengatakan bahwa letusan tahun 1814 adalah letusan Mayon yang paling merusak dalam hal korban dan jarak yang dicapai bahaya vulkanik dari kawah.
Gunung berapi Mayon, merupakan gunung berapi aktif, yang terletak tenggara Luzon, Filipina, mendominasi kota Legaspi. Disebut sebagai kerucut vulkanik paling sempurna di dunia karena bentuknya yang simetris, ia memiliki alas dengan keliling 80 mil (130 km) dan menjulang setinggi 8.077 kaki (2.462 meter) dari pantai Teluk Albay.
Populer di kalangan pendaki dan pekemah, gunung berapi ini menjadi pusat Taman Nasional Gunung Berapi Mayon (21 mil persegi [55 km persegi]).
Ada perkebunan abaka besar di lereng bawahnya. Tercatat lebih dari 30 letusan sejak 1616. Letusan tahun 1993 menyebabkan 79 kematian.
Letusan berikutnya pada tahun 2000, 2006, 2009, 2014, dan 2018 memaksa puluhan ribu orang di desa terdekat untuk mengungsi.
Pada bulan Desember 2006, hujan Topan Durian yang kuat menyebabkan tanah longsor dan banjir di kaki gunung berapi yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Letusannya yang paling merusak terjadi pada tahun 1814, ketika kota Cagsawa terkubur dan sekitar 1.200 orang tewas.