Skenario
Skenario yang paling mungkin terjadi yaitu, pasukan China diperkirakan segera tenggelam dan menyebabkan sekitar 22.000 personel hilang di laut dan di darat, dengan hampir setengah 45 persen diasumsikan tewas, dan mayoritas dari lebih dari 30.000 orang China yang selamat di Taiwan diharapkan menjadi tawanan perang.
“Meskipun proyek tersebut tidak mengeksplorasi apa dampak kerugian ini terhadap sistem politik China, (Partai Komunis China) akan mempertaruhkan kekuasaannya,” kata laporan itu.
Akan tetapi menurut laporan, pertahanan Taiwan yang didukung penuh oleh AS dan Jepang akan memakan biaya tinggi.
Diperkirakan konflik militer dengan Beijing, Washington kemungkinan besar akan mengalami kerugian terbesarnya sejak Perang Dunia Kedua.
“Amerika Serikat dan Jepang kehilangan puluhan kapal, ratusan pesawat, dan ribuan prajurit, kerugian seperti itu akan merusak posisi global AS selama bertahun-tahun, sementara militer Taiwan tidak rusak, sangat terdegradasi dan dibiarkan mempertahankan ekonomi yang rusak di sebuah pulau tanpa listrik dan layanan dasar," menurut laporan itu.
Di dalam laporan itu, pasukan AS akan kehilangan sekitar 3.200 tentara dalam 3 pekan pertempuran, sekitar setengah dari jumlah kematian negara itu dari 20 tahun pertempuran di Irak dan Afghanistan, dan antisipasi 140 kerugian per hari akan lebih dari 4 kali lipat dari perang Vietnam.
Lebih lanjut skenario itu, AS akan kehilangan dua kapal induk dan 10 hingga 20 angkatan bersenjata dalam sebagian besar skenario.
Salah satu penulis dan peneliti senior di US Naval War College, Matthew Cancian, pada peluncuran laporan pada Senin (9/1/2023) mengatakan bahwa tidak menentang untuk membela Taiwan, tapi biaya pertahanan perlu dipertimbangkan.
“Kami tidak menentang membela Taiwan seperti halnya kami berdebat untuk membela Taiwan, tetapi potensi biaya dari pertahanan semacam itu perlu menjadi bagian dari perdebatan,” kata Matthew Cancian.
Namun, Cancian menegaskan bahwa invasi bukan berarti tidak dapat dihindari, atau bahkan mungkin saja terjadi.
Pihaknya mengatakan bahwa kepemimpinan China mungkin mengadopsi strategi isolasi diplomatik, tekanan zona abu-abu, atau paksaan ekonomi terhadap Taiwan. Bahkan jika Beijing memilih kekuatan militer, ini mungkin hanya berupa blokade daripada invasi secara langsung.
“Namun, risiko invasi cukup nyata dan berpotensi sangat merusak sehingga analisis ini bermanfaat,” tambahnya.
Pada laporan itu disampaikan bahwa untuk berhasil mempertahankan Taiwan, AS harus bekerja sama untuk menyediakan senjata yang dibutuhkan Taiwan, memperdalam hubungan diplomatik dan militer dengan Jepang, serta meningkatkan persenjataan rudal jelajah anti-kapal jarak jauh.
Apabila China yakin AS tidak mau menanggung biaya tinggi untuk mempertahankan Taiwan, maka China mungkin mengambil risiko invasi.
“Kemenangan itu tidak cukup, Amerika Serikat perlu segera memperkuat pencegahan," kata penulis memperingatkan.
Pentagon AS didesak untuk tidak berencana menyerang China daratan, karena hal itu dapat menimbulkan risiko besar eskalasi dengan tenaga nuklir.