Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Jokowi resmi meneken peraturan baru yang mengizinkan pelaku pidana pajak dapat diumumkan ke media.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan.
Adapun, dalam peraturan yang diteken pada Senin (12/12/2022) ini menuliskan bahwa pelaku pidana pajak dapat diumumkan ke media tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi yang diatur dalam Pasal 61.
“Penetapan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan dapat dilakukan tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi apabila yang bersangkutan telah dipanggil 2 (dua) kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar,” demikian bunyi pasal 61 tersebut, dikutip Bisnis, Rabu (14/12/2022).
Bahkan, dalam Pasal 61 angka 5 huruf (a) juga menegaskan bahwa apabila tersangka tidak memenuhi panggilan, maka penyidik dpat melakukan tindakan berupa mengumumkan pemanggilan tersebut pada media berskala nasional atau internasional.
Tidak hanya itu, penyidik juga dapat melakukan tindakan berupa pengusulan tersangka masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Serta meminta bantuan kepada pihak yang berwenang untuk dicatat dalam red notice.
Kendati demikian, aturan baru dari orang nomor satu di Indonesia itu juga memberikan peluang pelaku pidana pajak bebas, yaitu dengan alasan kepentingan penerimaan negara, maka menteri keuangan (menkeu) bisa meminta jaksa agung dapat menghentikan penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Namun, untuk meminta penghentian penyidikan tersebut, Jokowi mengatur bahwa tersangka pelaku pidana pajak wajib melunasi kerugian pada pendapatan negara akibat pidana pajak yang dilakukannya ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar satu kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
"Kerugian pada pendapatan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara," tulis aturan tersebut.
Selain itu, PP itu juga membuka peluang bagi pelaku wajib pajak untuk bebas dari jeratan hukum. Dalam hal untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan menteri.
"Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan," demikian isi pasal 63.
Selanjutnya, permintaan menteri tersebut hanya dilakukan setelah pelaku wajib pajak melakukan pelunasan kerugian pada pendapatan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kemudian, ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar satu kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
"Kerugian pada pendapatan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara," berikut bunyi pasal tersebut.