Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Latihan Perang China di Selat Taiwan, Menlu Retno: Pemimpin Harus Arif

"Dunia saat ini sangat memerlukan kearifan dan tanggung jawab semua pemimpin, semua negara."
Presiden Joko Widodo  (kiri depan) berjalan bersama dengan Menteri Luar Negeri  Retno Marsudi  (kanan depan) saat  menghadiri KTT ASEAN, di Gedung Sekretariat ASEAN, di Jakarta, Sabtu (24/4/-2021). ANTARA FOTO/HO-Setpres
Presiden Joko Widodo (kiri depan) berjalan bersama dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan depan) saat menghadiri KTT ASEAN, di Gedung Sekretariat ASEAN, di Jakarta, Sabtu (24/4/-2021). ANTARA FOTO/HO-Setpres

Bisnis.com, JAKARTA - Ketegangan meningkat di Taiwan di tengah latihan perang angkatan bersenjata China. 

Latihan perang sendiri ditengarai sebagai reaksi kedatangan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan. China menganggap Taiwan sebagai bagian dari Provinsinya. 

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan kekhawatiran mengenai situasi dunia saat ini saat eskalasi geopolitik terus meningkat. Perang bukan lagi sesuatu yang tidak mungkin terjadi. 

"Perang di Ukraina merupakan salah satu contoh dari realitas ini. Ketegangan juga memuncak di sejumlah kawasan Indo Pasifik seperti di Myanmar dan di Taiwan Straits. Oleh karena itu, dunia saat ini sangat memerlukan kearifan dan tanggung jawab semua pemimpin, semua negara, agar perdamaian dan stabilitas terjaga”, kata Retno dalam keterangan resmi Kemenlu, Jumat (5/8/2022).

Retno yang tengah menghadiri 12th East Asia Summit (EAS) Foreign Ministers’ Meeting itu menyebutkan para peserta dalam pertemuan harus bekerja sama untuk mendorong terciptanya perdamaian dan stabilitas kawasan. 

“Jika Indo-Pasifik adalah laut yang dipenuhi dinamika, maka EAS adalah 'kapal' dimana kita mendayung bersama untuk mencapai tujuan, yaitu perdamaian dan stabilitas”, katanua.

Menlu Retno secara terus terang menyampaikan Kawasan Indo-Pasifik juga menjadi perhatian Indonesia dalam Pertemuan para Menlu EAS. 

Indonesia kemudian mengusulkan tiga konsep agar stabilitas dan perdamaian terwujud seperti EAS harus terus dibangun dengan menggunakan paradigma kolaborasi. 

Selanjutnya EAS harus di navigasi dengan menggunakan Piagam PBB dan Hukum Internasional. 

“Pada saat lautan gelap dan guideless, maka Piagam PBB dan Hukum Internasional seharusnya menjadi lighthouse-nya, ujar Menlu Retno. 

Selain itu, penting juga penghormatan terhadap prinsip dan norma yang sudah disepakati bersama termasuk apa yang ada dalam Piagam PBB dan Bali Principles 2011.  Menlu Retno tekankan bahwa penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah adalah prinsip yang tidak dapat ditawar.

Ketiga, EAS harus menjadi model bagi arsitektur Kawasan. Isu inklusivitas menjadi kunci dan ASEAN terus membuka pintu bagi kerja sama dengan semua pihak melalui ASEAN-led mechanism.

Sebagai penutup, Retno mengajak semua negara untuk bekerja sama dalam menciptakan stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di Kawasan Indo-Pasifik.

 Pertemuan EAS adalah forum ASEAN untuk bertemu dengan 18 negara di Kawasan Indo-Pasifik. Pertemuan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri dan perwakilan Menlu seperti dari Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, RRT, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia dan Amerika Serikat.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper