Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbedaan Cara Baca Niat Puasa Ramadhan, Apakah Boleh?

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan hasil sidang Isbat yang digelar pada Jumat (1/4/2022), memutuskan 1 Ramadan 1443 H jatuh pada Minggu (3/4/2022).
Ilustrasi umat muslim menjalankan ibadah puasa/Freepik
Ilustrasi umat muslim menjalankan ibadah puasa/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan hasil sidang isbat yang digelar pada Jumat (1/4/2022), memutuskan 1 Ramadan 1443 H jatuh pada Minggu  (3/4/2022).

Hal tersebut berarti, umat Islam sudah dapat menjalankan ibadah puasa pada esok hari, adapun salah satu yang membedakan ibadah satu dengan lainnya adalah niat.

Penyebabnya, hal ini menjadi sesuatu yang penting karena termasuk dalam rukun setiap ibadah. Dalam menjalankan puasa Ramadan, umat Islam dimulai dengan membaca niat pada malam hari, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.

Dikutip melalui laman resmi NU,Sabtu (2/4/2022), di lapangan masih terdapat perbedaan dalam pembacaan niat berpuasa sehingga bagaimana hukumnya dalam islam, apakah diperbolehkan?

Ketua Pengurus Cabang Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PC LDNU) Jombang Aang Fatihul Islam mengatakan, kadang di masyarakat masih terjadi perbedaan pendapat antara mereka yang sudah membiasakan diri talaffudh (melafalkan) niat dan mereka yang menghindari praktik tersebut.

Adapun, dilanjutkannya perbedaan paham adalah hal yang lumrah dan terjadi sejak lama. Hanya saja, masing-masing harus tahu porsi masing-masing.

“Bagi masyarakat yang terbiasa melafalkan niat, jangan sampai menjadikan lafal niat itu seakan-akan bagian dari rukun, padahal tidak ada ulama yang mewajibkannya. Jangan menilai bahwa tidak sah ibadah yang tidak melafalkan niat,” tuturnya, dikutip melalui laman resmi NU, Sabtu (2/3/2022).

Dia menjelaskan, bahwa dalam mazhab Syafi’i, niat tak hanya menyengaja melakukan sesuatu (qashdul fi’li), tetapi juga mesti disertai kejelasan jenis ibadah secara spesifik (ta”yîn), serta ketegasan status kefardhuannya (fardliyyah) bila ibadah itu memang fardhu.

Praktik niat puasa adalah pada malam hari hingga terbit fajar, dan disunnahkan melafalkannya.

Untuk itu, ulama Syafi’iyah menawarkan susunan redaksi niat yang sesuai dengan tata cara berniat tersebut. Disusun lafal niat yang kemudian sering didengar hingga kini di masjid-masjid atau madrasah-madrasah di Indonesia yang mayoritas pendudukanya bermazhab Syafi’i.

“Imam An-Nawawi, misalnya, menuliskan bahwa bentuk niat yang sempurna adalah dengan sengaja hati bermaksud berpuasa esok hari untuk menunaikan ibadah fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah ta'ala,” katanya.

Dia mengatakan, tradisi melafalkan niat puasa Ramadan itu tidak lepas dari pedoman niat dalam pandangan mazhab Imam Syafi’i yang dilaksanakan secara bersama-sama dan usai salat tarawih.

Hal ini tak lepas dari kearifan para ulama Nusantara untuk bersikap hati-hati dari lupa melaksanakan salah satu rukun puasa tersebut.

“Manusia adalah tempatnya lupa, sementara keabsahan puasa Ramadan pertama-tama dinilai dari niatnya. Tentu yang demikian tanpa mengabaikan keyakinan bahwa walaupun tidak diucapkan setelah shalat tarawih atau bahkan tidak diucapkan sama sekali—yang penting dari sejak malam dan sebelum subuh hati kita sudah berniat untuk berpuasa—puasa sudah sah,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper