Bisnis.com, JAKARTA - Polisi telah menangkap tersangka pemilik Robot Trading Evotrade atas nama Anang Diantoko. Anang ditangkap di villa grey jalan Duku indah gg jepun kec. Umalas, Kuta Utara.
Anang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) selama tiga bulan terkait kasus robot trading Evotrade.
"Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri menangkap pemilik evotrade atas nama AD (Anang Diantoko), dia merupakan DPO selama 3 bulan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 januari 2022, penyidik sebelumnya sudah menahan 5 tersangka di rutan bareskrim, artinya sekarang ada 6 tersangka ditahan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers, Kamis (24/3/2022).
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri meringkus Andi Muhammad Agung Prabowo, pemilik PT Evolution Perkasa Grup yang membuat aplikasi robot trading Evotrade. Andi Muhammad merupakan buronan, kasus investasi bodong robot trading.
"Iya betul. Salah satu top leader sudah kita tangkap. Atas nama AMA (Andi Muhammad Agung)," kata Kasubdit 5 Dittipideksus Polri Kombes Makmun, Senin (5/1/2022).
Dari Andi, Polisi menyita barang bukti berupa uang sejumlah Rp12,5 miliar. Uang tersebut terdiri dari pecahan dollar dan rupiah
"Dan kita sita dari tangan ybs uang tunai senilai kurang lebih Rp12,5 miliar dalam bentuk dolar dan rupiah," kata Makmun.
Saat ini, tim telah melakuan penahanan terhadap Andi Muhammad. Sejalan dengan itu, polisi masih memburu sejumlah aset-aset milik tersangka. Kelak, aset-aset itu akan mengembalikan kerugian para nasabah yang bergabung di Evotrade.
Saat ini polisi masih memburu Anang Diantoko yang merupakan pemilik aplikasi robot trading Evotrade.
Dalam kasus ini, para korban dijanjikan keuntungan berjenjang hingga 10 persen dari uang yang disetorkan awal. Bagi member yang paling bawah, hanya akan mendapat keuntungan 2 persen.
Perusahaan robot trading ini menggunakan skema ponzi atau piramida dalam meraup keuntungan. Skema itu merupakan sistem pemberian keuntungan secara berjenjang yang biasa banyak terjadi dalam produk-produk investasi bodong atau palsu.
Pola bisnis tersebut diduga dapat melanggar ketentuan pidana lantaran keuntungan atau bonus yang diperoleh bukan dari hasil penjualan barang, melainkan keikutsertaan atau partisipasi para peserta.
Sejauh ini, polisi menduga ada tiga ribu pengguna aplikasi Evotrade yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 Juncto Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.