Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat nominal tertinggi dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2020 sebesar Rp8 triliun. Nominal tersebut dilaporkan oleh pejabat di kementerian atau lembaga.
"Ini statistik saja, kami hitung rata-rata nilai harta kekayaan dari wajib lapor," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan melalui diskusi daring, Selasa (7/9/2021).
Kemudian disusul oleh pejabat DPRD kabupaten atau kota yakni Rp3 triliun, pejabat BUMN Rp2 triliun, dan pejabat pemerintah provinsi dan pemerintah provinsi atau kota yakni masing-masing Rp1 triliun.
Pahala mengatakan, kebanyakan yang memiliki harta berlebih adalah mereka yang juga berprofesi sebagai pengusaha.
Di sisi lain, ada juga pejabat di kementerian atau lembaga yang melaporkan LHKPN-nya Rp-1,7 triliun.
"Kira-kira ini potret rata-rata harta dari semua bidang. Jadi jangan dipikir semua ini orang yang hartanya besar, enggak juga," kata Pahala.
Sebelumnya, KPK mencatat masih banyak anggota DPR yang belum menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Tercatat, hanya 58 persen wakil rakyat yang patuh menyerahkan LHKPN.
"Pada tanggal 6 September 2021 anggota DPR RI dari kewajiban laporan 569 sudah melaporkan diri 330 dan belum melaporkan 239," kata Ketua KPK Firli Bahuri konferensi pers daring, Selasa (7/9/2021).
Rendahnya kepatuhan penyerahan LHKPN anggota DPR menjadi perhatian serius. Hal ini lantatan Anggota DPR wajib melaporkan kekayaannya selama menjabat sesuai dengan aturan yang berlaku. "Ini menjadi perhatian kita yang serius," ujar Firli.
Firli menegaskan kepatuhan penyerahan LHKPN merupakan bagian dari pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Tujuannya satu mengendalikan diri supaya tidak melakukan praktek-praktek korupsi," ucap Firli.
Firli juga mengingatkan bahwa penyerahan LHKPN merupakan bentuk tanggung jawab bagi Anggota DPR yang sudah dipilih oleh rakyat.
"Sebagai pertanggungjawaban publik kepada rakyat yang memilih kita," kata Firli.