Bisnis.com, JAKARTA - Peringkat ketahanan Covid-19 menunjukkan negara di Asia Tenggara menjadi yang terendah, termasuk Indonesia menempati peringkat ketiga dari bawah.
Berdasarkan data peringkat ketahanan Covid-19 yang dibuat oleh Bloomberg, Thailand, Vietnam, Indonesia, Filipina dan Malaysia menjadi lima besar terendah.
Peringkat Ketahanan Covid-19 adalah gambaran pengendalian virus secara bulanan. Data ini menggunakan 12 indikator yang mencakup penahanan Covid-19, kualitas perawatan kesehatan, cakupan vaksinasi, kematian secara keseluruhan, dan progres pembukaan kembali perjalanan dan pembukaan pembatasan sosial.
Pemeringkatan tersebut mencerminkan kinerja 53 ekonomi terbesar di dunia dengan membandingkan melalui indikator yang sama karena mereka semua menghadapi ancaman yang sama.
Indonesia menjadi peringkat ke 51 dari 53 negara dengan nilai ketahanan sebesar 44,6 dari skor tertinggi sebesar 80,1 yang diraih oleh Norwegia.
Hampir semua indikator di lima negara Asia Tenggara tersebut menujukkan skor merah, kecuali tingkat vaksinasi di Malaysia yang sudah hampir 50 persen.
"Meskipun tingkat vaksinasi mencakup hampir setengah dari populasi dan menerapkan rencana pembukaan [aktivitas] kembali bagi yang sudah divaksin, rasio kasus baru per 100.000 yang dilaporkan di Malaysia selama sebulan terakhir membengkak menjadi salah satu yang tertinggi di dunia," dikutip dari Bloomberg, Minggu (29/8/2021).
Tingkat vaksinasi di Indonesia mencapai 16,9 persen dan tingkat keparahan lockdown - skala yang menghitung seberapa besar dampak pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi - sebesar 69.
Sementara itu kapasitas penerbangan menurun sebanyak 60,7 persen dan ketersediaan rute untuk turis internasional yang sudah divaksin sebesar 129.
Satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk di 10 besar teratas adalah Singapura dengan skor sebesar 73,3, di mana tingkat vaksinasi dilaporkan sudah mencapai hampir 80 persen.
Dengan negara-negara yang menjadi 10 besar terbawah adalah dari ekonomi berkembang yang mencatatkan vaksinasi yang lambat, semakin memperlihatkan adanya ketimpangan terhadap akses vaksin dari negara kaya dan berpendapatan rendah.
Ketimpangan ini akan diperparah dengan adanya rencana dari negara-negara kaya untuk menyuntikkan dosis booster bagi orang-orang yang sudah divaksin.