Bisnis.com, JAKARTA — Bandi, 38, butuh sekitar 3 bulan sejak dinyatakan sembuh dari Covid-19 untuk kembali beraktivitas normal.
Waktu yang cukup panjang itu bukan karena efek jangka panjang akibat penyakit tersebut, melainkan karena trauma yang sempat dialaminya.
“Sempat itu saya takut keluar rumah. Takut, apalagi saya harus bekerja dengan naik transportasi umum. Solusinya ya minta WFH (work from home), tapi lama kelamaan WFH mulai dibatasi jadi tidak ada pilihan,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (30/5/2021).
Sejak masa prapandemi hingga hari ini, Kereta Rel Listrik (KRL) memang jadi satu-satunya opsi relevan bagi Bandi untuk berangkat kerja. Rumahnya di Bogor, sementara lokasinya bekerja di Jakarta Barat.
Pernah di awal sembuh dia mencoba pergi-pulang menggunakan sepeda motor pribadinya. Namun, kemacetan Ibu Kota justru membuatnya kelelahan.
“Selain itu ongkos bensin juga mahal. Tidak sepadan jadinya. Pada akhirnya harus balik ke KRL lagi,” ujar Bandi.
Dilema yang sempat dialami Budi mirip dengan apa yang dirasakan Fira, 29, pekerja industri kreatif di sebuah kantor agensi Ibu Kota.
Penduduk Yogyakarta ini hampir 2 tahun terakhir tinggal bersama saudaranya di wilayah Bekasi. Biaya kontrak di kawasan dekat kantornya yang tinggi membuat Fira, pada akhirnya, tak punya pilihan selain tetap tinggal di tempat saudara dan pergi-pulang menggunakan transportasi umum.
“Trauma pascapandemi di saya terasa sekali, karena kan orang yang sudah bisa negatif Covid-19 juga bisa terkena lagi. Mungkin salah satu ketakutan terbesar muncul karena dari tracing saya diduga positif [Covid-19] saat sedang naik transportasi umum,” kata Fira kepada Bisnis.
Segendang sepenarian dengan kasus Bandi, kebijakan kantor yang tidak lagi memberikan kelonggaran untuk bekerja dari rumah [WFH] membuat Fira tidak punya pilihan selain melawan trauma.
“Pada akhirnya tetap harus beraktivitas juga. Sekarang sih mau enggak mau ya diri sendiri saja yang hati-hati,” ujarnya.
Protokol kesehatan, tentu saja, menjadi prioritas utama di alam pikiran Fira. Budaya 5M yakni menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas menjadi hal yang diingatnya.
“Sisanya saya serahkan ke pemerintah dan pihak pembuat kebijakan saja. Saat ini saya hanya berharap pemerintah bisa selalu bersikap bijak,” ujarnya.
Pihak KRL, di sisi lain, memahami adanya ketakutan di kalangan masyarakat. Termasuk trauma di kalangan penyintas Covid-19 untuk mengakses transportasi umum.
VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba menyebutkan langkah mitigasi penyebaran virus Covid-19 sekaligus mengatasi dilema para penyintas. Pengelola KRL di hampir semua stasiun terus mengontrol jumlah penumpang.
Kebijakan pembatasan peron dengan petugas yang selalu siaga juga diterapkan semaksimal mungkin. Dengan begitu kerumunan di dalam maupun luar armada bisa dihindari sebisa mungkin. Langkah ini diharapkan akan memberikan rasa aman, termasuk di kalangan para penyintas.
“Kebijakan baru kami [terkait pembatasan] masih berlaku, merujuk pada pedoman normal baru yang telah dikeluarkan pemerintah,” tuturnya kepada Bisnis.
Selain memastikan protokol kesehatan berjalan optimal, petugas terus menyosialisasikan berbagai pemahaman untuk mengatasi pandemi. Salah satunya adalah dengan menerapkan aturan larangan berbicara di dalam gerbong, baik secara langsung maupun menggunakan ponsel.
Tujuannya adalah untuk menghindari droplet cairan yang bisa keluar dari mulut dan hidung saat berbicara. Karena hal tersebut bisa menjadi medium penularan virus.
MRT bukan satu-satunya. Transportasi umum lain di ibu kota yakni Mass Rapid Transit (MRT) juga memberlakukan kebijakan pengamanan ketat di era normal baru.
Imbauan untuk mencuci tangan, mengenakan masker, dan menjaga jarak selalu disosialisasikan via pengeras suara. Penumpang tanpa masker dilarang masuk, pengecekan suhu dilakukan ke semua penumpang dan petugas juga selalu disiagakan di dalam maupun luar gerbong.
“Seluruh petugas maupun penumpang akan selalu kami pastikan kebersihannya. Petugas juga selalu mengingatkan pengguna untuk menerapkan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker dengan benar dan larangan berbicara,” kata Head of Communication Departemen PT MRT Jakarta Ahmad Pratomo kepada Bisnis, Senin (31/5).
Sebagaimana komitmen PT KCI, pengelola MRT pun berharap optimalisasi layanan yang mereka lakukan bisa berkontribusi secara langsung terhadap penurunan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia. Terlebih, Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus dan tingkat kerentanan virus tertinggi.
Dalam pengukuran indikator risiko yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jakarta juga masih mendapat nilai E.
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan tenaga kesehatan di DKI Jakarta telah berjuang dengan maksimal.
“Saya melihat banyak sekali hal-hal yang dilakukan dengan baik. DKI adalah daerah dengan testing [agresivitas pengetesan] paling tinggi. Testing sangat menentukan, karena untuk antisipasi pandemi ini semuanya—protokol kesehatan, testing, tracing dan treatment—harus dilakukan bersamaan dengan baik,” kata Budi dalam siaran pers di akun Youtube Kemenkes Jumat (28/5).
Namun, dia berharap hal-hal yang sudah baik itu bisa dipertahankan sambil tetap meningkatkan aspek-aspek yang dirasa belum berjalan dengan maksimal.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, di sisi lain, telah menangkap maksud pesan Kemenkes. Anies menjanjikan bakal terus berupaya maksimal memerangi pandemi. Sambil juga meminta ada evaluasi berkala yang terus dilakukan pemerintah pusat terhadap kinerja Pemprov yang dia pimpin.
“Kami mengapresiasi sikap kementerian [Menkes]. Kami juga berharap kementerian terus mereview kembali penghitungan kondisi risiko di wilayah,” kata Anies dalam siaran pers Jumat (28/5).
Terhitung hingga Minggu (30/5), di Indonesia masih terdapat 101.639 kasus aktif Covid-19. Angka tersebut, rinciannya, didapat dari angka kumulatif 1.861.041 kasus dengan 1.663.998 di antaranya sembuh dan 50.404 lainnya meninggal dunia.
Mitigasi untuk mengatasi berlanjutnya pandemi, pada akhirnya, mesti dilakukan semua pihak. Bukan cuma untuk menyetop persebaran virus, tapi juga menyembuhkan trauma yang dialami para penyintas seperti Bandi dan Fira.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun