Bisnis.com, JAKARTA - Ketidaksetaraan distribusi vaksin antara negara kaya dan miskin semakin lebar setelah COVAX Facility, program distribusi vaksin yang dikoordinasi WHO, menemukan hanya 0,3 persen suplai vaksin diterima oleh negara berpenghasilan rendah.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selaku Co-chair COVAX AMC Engagement Group (EG), saat melakukan pertemuan virtual dengan Menteri Kesehatan Ethiopia (Lia Tadesse) dan Menteri Pembangunan Internasional Kanada (Karina Gould) pada Senin (17/5/2021).
Dia mengatakan di tengah mengganasnya pandemi Covid-19, ketidaksetaraan distribusi vaksin di tingkat global masih besar. Hanya 0,3 persen dari suplai vaksin yang tersedia saat ini dikirimkan ke negara berpenghasilan rendah.
“Diperlukan langkah segera untuk dapat memastikan akses setara kepada vaksin, karena tidak ada negara yang dapat sepenuhnya bebas dari Covid-19, selama masih ada negara lain yang terjangkit,” kata Menlu seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Bisnis.com pada Selasa (18/5/2021).
Saat ini COVAX Facility tengah menyusun pembiayaan vaksin dengan cara berbagi biaya (cost sharing).
Dengan demikian negara berpenghasilan rendah-menengah yang berada dalam AMC (advance market commitment) dapat membeli tambahan dosis vaksin Covid-19 di luar alokasi vaksin gratis yang dijanjikan untuk 20 persen penduduk negara-negara AMC.
Hingga saat ini COVAX Facility telah memegang komitmen suplai untuk 1,7 miliar dosis dari total kebutuhan 2 miliar dosis untuk didistribusikan pada tahun ini.
Sebanyak 67,3 juta dosis telah dikirim oleh COVAX Facility ke 124 negara. Sekitar 85 persen negara telah menerima vaksin yang dijadwalkan tiba hingga Juni 2021.