Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization, ILO, memperkirakan jam kerja global turun 8,8 persen selama 2020 dibandingkan kuartal keempat tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan Edisi Ketujuh Pemantauan ILO: Covid-19 dan Dunia Kerja yang diterima Bisnis, Selasa (26/1/2021), angka terakhir memperlihatkan bahwa 8,8 persen jam kerja global hilang selama keseluruhan setahun lalu.
Angka tersebut setara dengan 255 juta pekerjaan penuh waktu dan diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang hilang saat krisis keuangan global 2009.
Di antara yang terkena dampak paling parah adalah pekerja muda berusia 15 hingga 24 tahun. Kasus kehilangan pekerjaan pada kelompok usia ini mencapai 8,7 persen, sementara angka untuk usia 25 tahun ke atas adalah 3,7 persen.
Disebutkan juga bahwa para wanita lebih terkena dampak dibandingkan pria. Secara global, kasus kehilangan pekerjaan untuk wanita berada pada angka 5 persen dibandingkan 3,9 persen untuk pria.
Sektor akomodasi dan layanan makanan terkena dampak paling parah dengan penurunan lapangan kerja sekitar 20 persen.
Baca Juga
ILO memproyeksikan sebagian besar negara akan mengalami pemulihan yang relatif kuat pada paruh kedua 2021 setelah program vaksinasi mulai berjalan.
Dalam laporan tersebut, Direktur Jenderal ILO Guy Ryder menyampaikan bahwa tanda-tanda pemulihan yang terlihat membesarkan harapan.
Namun, ujarnya, tanda-tanda tersebut masih rapuh dengan ketidakpastian yang tinggi, dan semua harus ingat bahwa tidak ada satu negara atau kelompok yang dapat pulih sendiri.
“Kita berada di jalan bercabang. Satu jalur mengarah kepada pemulihan yang tidak merata dan tidak berkelanjutan yang mengarah pada peningkatan ketimpangan dan ketidakstabilan, serta prospek terjadinya krisis lanjutan," ujarnya.
Jalur lainnya, lanjut Ryder, terfokus pada pemulihan yang terpusat pada manusia untuk membangun secara lebih baik, mengutamakan ketenagakerjaan, pendapatan dan perlindungan sosial, perlindungan hak pekerja dan dialog sosial.
"Jika kita menginginkan pemulihan yang bertahan, berkelanjutan dan inklusif, jalur ini lah yang harus menjadi komitmen para pembuat kebijakan," tulisnya.