Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Imron Rosyadi

Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

Imron Rosyadi dosen Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Lihat artikel saya lainnya

Kepemimpinan Daerah pada Masa Resesi

Pilkada kali ini harus menjadi momentum untuk memilih pemimpin yang berkualitas, yakni pemimpin daerah yang tangguh beradaptasi dengan masa sulit serta piawai mengelola krisis.
KPU merilis poster yang isinya menggambarkan pasien positif Covid-19 tetap bisa memilih dalam Pilkada 2020./Twitetr @kamilmoon
KPU merilis poster yang isinya menggambarkan pasien positif Covid-19 tetap bisa memilih dalam Pilkada 2020./Twitetr @kamilmoon

Bisnis.com, JAKARTA -- Pilkada serentak sudah di depan mata. Masyarakat daerah yang tersebar di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota akan memilih pemimpin terbaiknya. Namun, ada yang berbeda sejak pilkada digelar secara langsung. Kali ini dihelat dalam suasana keprihatinan nasional lantaran wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan kasus secara signifikan.

Bahkan, di berbagai daerah angka penyebarannya justru menunjukkan tren peningkatan. Imbasnya, perekonomian daerah pun turut terganggu. Pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), misalnya, mengalami kontraksi yang cukup dalam. BPS Sumbar (2020) mencatat pada triwulan II/2020, PDRB Sumbar mengalami kontraksi (-4,915) dan -2,87% (triwulan III/2020 ).

Kontraksi PDRB berturut-turut selama dua triwulan menunjukkan ekonomi daerah mengalami resesi. Sebab, pembatasan aktivitas sosial masyarakat telah menekan sisi permintaan agregat dan sisi penawaran agregat. Dari sisi penawaran, dampak pandemi telah memukul telak sejumlah sektor lapangan usaha di berbagai daerah seperti akomodasi makan/minum di Yogyakarta. Lalu, industri manufaktur (Jateng), perdagangan (Kepulauan Riau), transportasi/pergudangan (Jambi), dan pertambangan/penggalian (Kalimantan Selatan).

Di Kalimantan Selatan (Kalsel), misalnya, pada triwulan III/2020 sumber kontraksi terdalam berasal dari sektor pertambangan, yakni -2,18%, disusul industri pengolahan. Adapun, di Jateng berasal dari industri pengolahan dan transportasi. Pandemi juga merontokkan PDRB sisi permintaan antara lain pembentukan modal tetap bruto (investasi) di Yogyakarta dan Jateng. Kemudian, net ekspor (Kalsel dan Jambi) dan sektor konsumsi rumah tangga (Jawa Barat dan Jawa Timur).

Di Kalsel, misalnya, pada triwulan III/2020 sumber kontraksi terdalam berada pada net ekspor, yakni -2,32% dan disusul konsumsi rumah tangga. Sementara itu, di Jawa Barat terlihat di investasi dan belanja rumah tangga. Anjloknya investasi dan konsumsi rumah tangga mencerminkan daya beli masyarakat melorot dan atau kelas menengah menahan belanjanya. Selanjutnya, daya beli yang rendah berimbas pada terhentinya ekspansi korporasi/UMKM dan merosotnya serapan produksi (komoditas) di pasar.

Merosotnya serapan komoditas berimbas pada melemahnya kinerja keuangan korporasi sehingga pada gilirannya korporasi mengalami kesulitan likuiditas, yang berujung perusahaan memilih langkah PHK untuk menekan biaya produksi. Kebijakan PHK yang masif menimbulkan gangguan serius di sektor ketenagakerjaan, yakni angka pengangguran bertambah tinggi. Sepanjang masa pandemi, angka pengangguran di Jateng mengalami peningkatan yang cukup tajam.

Pada Agustus 2020, tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat menjadi 6,48% atau pandemi berimbas pada bertambahnya pengangguran sebesar 396.000 orang. Resesi ekonomi juga berimbas pada penurunan pendapatan masyarakat, dan yang paling terpukul adalah masyarakat berpendapatan rendah, sehingga memperparah tingkat kemiskinan daerah.

Dengan demikian masa sulit yang dihadapi kepala daerah pada masa resesi ekonomi antara lain meningkatnya pengangguran, berkurangnya pendapatan masyarakat, anjloknya investasi, bertambahnya kemiskinan, merosotnya daya beli masyarakat, tergerusnya produksi/penjualan serta terjadinya deflasi.

Belum lagi tugas berat kepala daerah harus melindungi masyarakat dan atau memandu masyarakat melindungi dirinya sendiri dari ancamam pandemi Covid-19 gelombang dua. Untuk itu, pilkada kali ini harus menjadi momentum untuk memilih pemimpin yang berkualitas, yakni pemimpin daerah yang tangguh beradaptasi dengan masa sulit serta piawai mengelola krisis.

Rham Charan (2010) memerinci sejumlah karakter kepemimpinan yang krusial untuk mengelola krisis. Pertama, integritas dan kredibilitas. Kejujuran dan kepercayaan publik sebagai bekal utama seorang pemimpin daerah menaiki tangga sukses mengatasi segala persoalan yang membelit pemerintahan dan rakyatnya.

Kasus OTT KPK yang menjerat Bupati Banggai Laut dan Walikota Cimahi beberapa waktu yang lalu bisa menjadi pelajaran betapa korupsi telah menghancurkan karakter dan cita-cita seorang kepala daerah mewujudkan misi mulia pemerintahannya. Lebih dari itu, secara moral mengganggu jalannya pemerintahan. Kedua, kemampuan untuk menginspirasi. Menghadapi masa sulit, dibutuhkan keteladanan ucapan dan karya nyata pemimpin yang menginspirasi bawahan untuk berkomitmen dan kerja cerdas membangun daerahnya.

Alhasil, di lapangan lahir berbagai terobosan baru yang inovatif dan kreatif seperti pengembangan komoditas khas daerah bercita rasa tinggi, pengembangan pariwisata daerah berbasis kearifan lokal, menumbuhkan ekonomi kreatif dengan pasar ekspor, pengembangan model desa mandiri dan desa wisata, membuka akses pasar baru UMKM daerah dan lain sebagainya

Ketiga, kecakapan mengelola realitas perubahan dan momentum. Di lingkungan yang rentan dan tidak pasti, realitas perubahan adalah sebuah target yang bergerak. Maknanya, kepala daerah dituntut untuk selalu memperbarui ‘gambaran’ tentang realitas lingkungan yang terus berubah. Misalnya, digitalisasi administrasi di semua sektor hingga tingkat desa menjadi momentum terwujudnya birokrasi yang efisien, efektif dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Terakhir, keberanian membangun masa depan. Keberanian ini berhubungan dengan kesediaan pemimpin untuk berkurban demi mewujudkan visi-misi pemerintahannya meskipun harus mengorbankan kepentingan diri dan kelompoknya.

 

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (8/12/2020)   


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Imron Rosyadi
Editor : Lukas Hendra TM
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper