Bisnis.com, JAKARTA - Jurnalis sekaligus host program acara televisi 'Mata Najwa', Najwa Shihab mengaku baru mengetahui soal pelaporan atas dirinya oleh Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu Silvia Devi Soembarto terkait wawancara kursi kosong yang dipublikasikan pada 28 September 2020 melalui media elektronik.
"Saya belum tahu persis apa dasar pelaporan termasuk pasal yang dituduhkan. Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers. Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang mempunyai kewenangan untuk itu," ujarnya melalui akun Instagram pribadinya @najwashihab, pada Selasa (6/10/2020).
Menurutnya, tayangan kursi kosong dibuat dengan tujuan mengundang pejabat publik menjelaskan kebijakan-kebijakannya terkait penanganan pandemic Covid-19, dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan Terawan.
Namun, sambungnya, kemunculan Menkes di depan publik dinilainya tidak harus di program yang diampunya atau Mata Najwa, tetapi bisa di media massa mana pun.
Hal itu dikarenakan kemunculan Menteri Kesehatan di depan publik sangat minim, terutama sejak pandemi Covid-19 terus meningkat di Tanah Air.
"Faktor-faktor itulah yang mendorong saya membuat tayangan yang muncul di kanal Youtube dan media sosial Narasi. Media massa perlu menyediakan ruang untuk mendiskusikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan publik," jelasnya.
Bahkan, dia memastikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pejabat publik yang diwawancarainya berasal dari publik, baik para ahli/lembaga yang sejak awal concern dengan penanganan pandemi hingga warga biasa.
"Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers yaitu mengembangkan pendapat umum dan "melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum," imbuhnya.
Treatment "kursi kosong" ini pun diklaimnya belum pernah dilakukan di Indonesia, tapi lazim di negara yang punya sejarah kemerdekaan pers cukup panjang seperti Amerika Serikat sudah dilakukan bahkan sejak 2012.
Kemudian, pada 2019 di Inggris, Andrew Neil, wartawan BBC, juga menghadirkan kursi kosong yang seharusnya diisi Boris Johnson, calon Perdana Menteri Inggris, yang kerap menolak undangan BBC.