Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Corona dan Senjakala Panti Pijat di Thailand

Keberlangsungan usaha pijat tradisional amat penting bagi dunia pariwisata Thailand, sektor yang mendatangkan devisa US$12 miliar pada 2017. Pandemi virus corona membuat pelanggan jauh berkurang sedangkan untuk bertahan, pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan.
Seorang tukang pijat mendatangi pelanggan ketika panti pijat dibuka kembali di Bangkok pada 1 Juni. Terapis menggunakan pelindung wajah dan masker sebagai bagian dari protokol yang wajib diterapkan di panti pijat.Photographer: Lillian Suwanrumpha/AFP via Bloomberg
Seorang tukang pijat mendatangi pelanggan ketika panti pijat dibuka kembali di Bangkok pada 1 Juni. Terapis menggunakan pelindung wajah dan masker sebagai bagian dari protokol yang wajib diterapkan di panti pijat.Photographer: Lillian Suwanrumpha/AFP via Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Ada nuansa berbeda saat panti pijat tradisional di Thailand kembali buka dan menyesuaikan diri dengan protokol kesehat.

Tidak ada lagi sentuhan tangan dari akrab. Genggaman tangan kini terganggu sarung tangan karet. Wangi aromaterapi berganti menjadi bau desinfektan. Pandemi Covid-19 mengubah dunia pijat sehat menjadi kurang menyenangkan.

Bagi pelaku usaha, hal itu juga terjadi. Bagaimana tidak, biaya operasional naik sedangkan pelanggan justru turun. Wiboon Utsahajit, presiden Siam Wellness Group Pcl mengatakan pihaknya harus mengubah cara operasional. Setiap peralatan desinfeksi dipasang di setiap kamar. Belum lagi persediaan kesehatan dan kebersihan.

"Biayanya lebih tinggi dan pelanggan jauh lebih sedikit. Ini tidak seperti krisis yang pernah kami lihat," ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg, Minggu (12/7/2020).

Keberlangsungan usaha pijat tradisional amat penting bagi dunia pariwisata Thailand, sektor yang mendatangkan devisa US$12 miliar pada 2017, jauh lebih besar dari gabungan Malaysia dan Indonesia, menurut laporan Global Wellness Institute.

Lebih dari setengah juta jiwa warga Thailand bekerja di sektor pariwisata. Jumlahnya setara dari 1,4 persen pasar tenaga kerja dan memberikan kontribusi 2,6 persen terhadap produk domestik bruto.

Somprawin Manprasert, kepala ekonom  Bank of Ayudhya Pcl mengatakan industri pijat adalah sektor padat karya dengan keterampilan yang sulit dipindahkan ke jenis usaha lain. 

"Persaingan sudah cukup tinggi karena begitu banyak panti di seluruh  negeri sehingga sulit bagi banyak orang bertahan hidup," ujarnya.

Industri pijat berkembang di saat krisis 1998. Thailand memperluas pelatihan kejuruan untuk menggenjot sektor ini. Belakangan pijat tradisional Thailand menjadi komoditas "ekspor nasional".

Hal itu pula yang mengangkat Siam Wellness, perusahaan pertama yang terdaftar di bursa saham dengan pendapatan US$44 juta pada 2019. Sebanyak 55 persen klien Siam Wellness berasal dari China. Tak heran, Wiboon berniat membuka outlet di China karena industri pariwisata lesu.

Sebagian besar panti pijat di Thailand adalah gerai di pinggir jalan dengan banderol US$3 hingga US$10 per jam. Penghasilan biasanya dibagi antara pemilik gerai dengan terapis. 

Lebih dari 140.000 terapis kini melamar bantuan pengangguran di bawah predikat pekerja informal. Sekarang, walaupun panti pijat mulai dibuka, pemerintah menerapkan aturan agar setiap bilik berjarak 1,5 meter antarpelanggan. Benar seperti kata Wiboon, ini adalah krisis yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rivki Maulana
Editor : Rivki Maulana
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper