Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah Inggris menolak kesempatan untuk bergabung dalam program vaksin virus corona Uni Eropa karena kekhawatiran biaya pembelian yang makin tinggi.
Uni Eropa (UE) berencana mengeluarkan sekitar 2 miliar euro untuk pembelian vaksin yang saat ini masih dalam pengujian atas nama 27 negara anggota.
Negosiasi dengan Brussels telah berlangsung tetapi Anggota Parlemen Britania Raya Alok Sharma meyakini bahwa Inggris lebih memilih keluar.
Keputusan untuk tidak berpartisipasi diharapkan dapat memprovokasi reaksi di antara anggota parlemen oposisi, yang percaya bahwa menteri enggan untuk berkolaborasi dengan UE dalam proyek-proyek setelah Brexit.
Berbagai sumber mengatakan para pejabat takut menandatangani skema itu, dikhawatirkan terjadi penundaan peluncuran vaksin hingga enam bulan sementara pembicaraan mengenai distribusi berlangsung.
Parlemen juga menyampaikan kekhawatiran bahwa negara-negara yang memilih akan dikenakan batasan jumlah dosis yang dialokasikan untuk masing-masing negara anggota.
Baca Juga
"Persyaratan tidak tepat untuk kita. Skema UE tidak akan mengizinkan Inggris untuk melakukan apa pun lebih dari yang ada sekarang, " kata salah satu sumber yang dikutip The Guardian Jumat (10/7/2020).
Sumber lain mengatakan keputusan itu tidak akan merusak upaya yang dilakukan oleh Satuan Tugas Vaksin pemerintah, yang mengoordinasikan upaya untuk meneliti dan menghasilkan vaksin yang aman.
Para pejabat juga mengatakan kepada surat kabar itu bahwa manfaat dari program UE terbatas karena sebagian besar perusahaan farmasi menawarkan harga serupa di Inggris, meskipun ada blok yang menyatakan bahwa daya beli kolektif akan memungkinkan potensi skala ekonomi.
Inggris telah mendapatkan kesepakatan bilateral dengan AstraZeneca dalam kemitraan dengan Universitas Oxford, tetapi ada kekhawatiran bahwa beberapa vaksin awal mungkin tidak efektif dan Inggris berhak untuk terlibat dalam semua proyek dalam anggaran 2020 UE.
Aliansi Oxford dan AstraZeneca, jika berhasil berarti Inggris menjadi penerima vaksin pertama. Sehingga, dapat memulai uji coba manusia tahap kedua pada Mei.
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebelumnya dikritik karena kegagalan untuk bergabung dengan ventilator UE dan skema pengadaan APD pada bulan Maret.