Bisnis.com, JAKARTA — Ketika persatuan dibutuhkan untuk mengalahkan virus corona atai Covid-19, elite politik Afrika Selatan malah ‘bertikai’ di pengadilan.
Sumber perselisihan itu adalah soal kebijakan karantina wilayah (lockdown). Sebelum 'mengunci' negaranya, Presiden Afrika Selatan (Afsel) Matamela Cyril Ramaphosa terlebih dahulu memberikan lampu hijau pemberlakuan keadaan bencana nasional pada 15 Maret 2020.
Karantina wilayah langsung mengekang kebebasan sipil warga Afrika Selatan. Jika dalam keadaan normal, pemerintah akan dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). Di negara demokratis seperti Afsel, pembatasan seperti itu tabu.
Prasyarat keadaan bencana nasional (national state of disaster) untuk pembatasan sosial diatur dalam UU Manajemen Bencana (Disaster Management Act/DMA). Bukan presiden melainkan Menteri Hubungan Tradisional dan Kerja Sama Pemerintahan yang mengumumkan keadaan bencana.
Kubu oposisi cemburu dengan kewenangan pemerintah. Berbeda dengan kebijakan-kebijakan eksekutif lainnya, pembatasan sosial tidak melibatkan pengawasan parlemen. Indikator kesehatan maupun lamanya pembatasan murni ditentukan pemerintah.
Afsel menganut sistem parlementer. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen. Selain memimpin eksekutif, presiden juga berstatus sebagai kepala negara.