Bisnis.com, JAKARTA – Volume lalu lintas di jalan raya kota Beijing turun tajam di tengah pergulatan pihak otoritas menangani munculnya kasus-kasus baru virus Corona (Covid-19).
Dilansir dari Bloomberg, data perusahaan navigasi TomTom International BV. menunjukkan kemacetan lalu lintas di ibu kota China tersebut mencapai 29 persen pada Kamis (18/6/2020) pukul 8 pagi, tepat di jam-jam sibuk.
Bandingkan saja dengan 67 persen pada periode yang sama sepekan sebelumnya dan rata-rata 62 persen pada periode tersebut selama tahun 2019. Jika kondisi ini semakin tak terkendali, prospek permintaan bahan bakar terancam.
Tingkat lalu lintas menjadi barometer untuk pemulihan permintaan minyak selama beberapa bulan terakhir dan ada tanda-tanda bahwa masyarakat di China memilih untuk bepergian dengan mobil demi menghindari kemungkinan paparan virus pada transportasi umum.
Sebagai negara pertama yang melonggarkan pembatasan akibat Covid-19, permintaan bahan bakar di negara berekonomi terbesar kedua dunia ini telah pulih dengan cepat, sekaligus memberi dukungan penting terhadap harga minyak global ketika konsumsi di seluruh dunia menurun.
Kendati demikian, jumlah kasus baru infeksi Covid-19 yang diduga dimulai di pasar buah dan sayur Xinfadi itu tercatat telah mencapai lebih dari 150 orang hingga Kamis (18/6).
Baca Juga
Sebagai bagian dari langkah pengendalian, Beijing telah menutup sekolah-sekolah, memberlakukan pembatasan dalam kompleks perumahan, serta membatalkan banyak penerbangan.
Pemerintah kota ini telah berjanji untuk melakukan segala upaya mengatasi wabah baru Covid-19, yang telah menjalar ke sedikitnya empat provinsi lain.
Sementara itu, para investor menanti dengan cemas untuk melihat apakah pihak otoritas dapat menghentikan wabah baru tersebut tanpa harus memberlakukan langkah-langkah yang membuat sebagian besar ekonomi China lumpuh pada awal tahun ini.
Sejauh ini, pemerintah menahan diri untuk tidak menerapkan lockdown di seluruh kota, seperti yang dilakukan ketika membendung penyebaran Covid-19 di Wuhan. Hal ini menjadi pertimbangan dalam upaya untuk meminimalkan gangguan terhadap kota terpenting di negara itu.
Alih-alih lockdown, otoritas setempat mengandalkan kampanye pelacakan kontak agresif untuk mengidentifikasi dan mengisolasi siapapun yang memiliki atau pernah melakukan kontak dengan pasar Xinfadi.