Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Iuran BPJS, Pakar: Secara Tekstual Perpres 64/2020 Sesuai Putusan MA, Tapi Tidak Peka

Bivitri berpendapat Perpres Nomor 64 tahun 2020 itu sudah sesuai dengan putusan MA yang mengamanatkan BPJS mesti berdasar pada asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.
Karyawan beraktivitas di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menerangkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan secara tektual tidak melanggar putusan Mahkamah Agung.

Bivitri berpendapat Perpres Nomor 64 tahun 2020 itu sudah sesuai dengan putusan MA yang mengamanatkan BPJS mesti berdasar pada asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

“Sebenarnya dengan membayari sebagian tarif untuk kelas III, sehingga tetap seperti pada Perpres awal yang tahun 2018 sebesar Rp.25.500, Perpres ini bisa dikatakan sudah melaksanakan Putusan MA,” kata Bivitri melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Kamis (14/5/2020).

Tetapi memang, menurut dia, Perpres ini mengandung kebijakan tarif yang rumit karena mengatur dengan rinci tarif dari waktu ke waktu, per kelas, dan berapa banyak yang sebenarnya dibayar oleh peserta.

“Intinya untuk tahun 2020 ini, untuk kelas III tetap ada kenaikan menjadi 42.000 mulai Juli, tetapi sebenarnya yang dibayarkan oleh peserta jumlahnya sama dengan Perpres 82/2018 sebelumnya, yang memang dijadikan patokan, yaitu 25.500. Ini karena yang 16.500 dibayarkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Hanya saja, dia menggarisbawahi, langkah ini secara kontekstual tidak peka terhadap kondisi ekonomi yang tengah memburuk akibat pandemi Covid-19. Dengan kata lain, dia menegaskan, pemerintah sebenarnya tidak sepenuhnya menjalankan pertimbangan hukum MA untuk memperhatikan kondisi ekonomi rakyat.

“Ada hitung-hitungan lain secara ekonomi yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan jangan lupa, sebenarnya nanti 2021 tetap akan ada kenaikan,” tuturnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menegaskan bahwa kebijakan yang diambil Presiden Joko Widodo terkait iuran BPJS Kesehatan tidak melawan putusan Mahkamah Agung (MA).

Sebagai informasi, pemerintah telah merilis Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada Rabu (6/5/2020).

Melalui aturan tersebut, iuran BPJS Kesehatan kembali disesuaikan setelah kenaikan pada tahun ini dibatalkan.

Sebelumnya, Putusan MA No. 7/P/HUM/2020 membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Batalnya kenaikan iuran membuat besaran iuran akan kembali seperti besaran yang dibayarkan peserta sebelumnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper