Bisnis.com, JAKARTA – Bicara mengenai partisipasi perempuan di parlemen, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini masih jauh dari kata ideal. Pasalnya, kuota 30% perempuan di parlemen hingga saat ini belum juga tercapai.
Namun, menurut Ketua Komisi I DPR-RI Meutya Hafid, dibandingkan dengan 10 tahun lalu saat dirinya memutuskan untuk terjun ke dunia politik partisipasi perempuan bisa dibilang mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Hal itu tercermin dari meningkatnya jumlah anggota DPR-RI perempuan pada periode 2019-2024 yang jumlahnya mencapai 117. Adapun, pada periode sebelumnya hanya ada 97 perempuan berhasil yang menduduki kursi parlemen.
“Belum maksimal tetapi sudah membaik karena ada peningkatan jumlah [anggota DPR-RI] perempuan. Ketua DPR-RI saat ini juga pertama kalinya perempuan. Saya juga diamanahi sebagai Ketua Komisi I DPR-RI yang sebelumnya selalu dijabat oleh laki-laki,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Perempuan yang sebelumnya dikenal sebagai jurnalis di salah satu televisi swasta itu tergolong sebagai politisi muda yang sukses duduk di parlemen. Terjun ke politik pada usia 30 tahun, menduduki kursi pimpinan Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen pada usia 41 tahun.
Tentunya ada tantangan tersendiri baginya ketika harus berhadapan dengan politisi senior yang sebagian besar adalah laki-laki dengan usia jauh lebih tua.
Baca Juga
Namun, Meutya tak menganggapnya sebagai sebuah hambatan. Justru dia menganggapnya sebagai kesempatan untuk belajar menjadi sosok yang lebih bijaksana.
“Dianggap lebih muda dari teman-teman politisi yang ada di DPR-RI itu menjadi PR (pekerjaan rumah). Sebuah tantangan dan kekuatan di saat yang bersamaan. Saya nggak merasa ada hambatan berarti menjadi perwakilan perempuan dan juga anak muda di DPR-RI karena latar belakang profesi sebelumnya yang sudah sering bertemu orang banyak, termasuk politisi,” ungkapnya
Kemudian, Meutya juga menyambut baik kehadiran anak-anak muda, khususnya perempuan di parlemen saat ini. Dengan berbagai kemudahan yang mengiringi sudah seharusnya mereka mampu memberikan kontribusi lebih dibandingkan dengan para pendahulunya.
“Seharusnya anak muda bisa lebih dari kami-kami ini yang menjejakkan kaki lebih awal. Dengan kemudahan teknologi informasi dan jumlah yang lebih banyak mereka tentu bisa berkolaborasi. Tetapi jangan sampai anak-anak muda terjun ke politik ini latah saja, tujuan harus jelas, apa yang ingin dicapai,” tuturnya.
Oleh karena itu, dia meyakini jika anak-anak muda yang saat ini terjun ke dunia politik bisa mencapai puncak kariernya lebih cepat. Tetapi di saat yang bersamaan mereka perlu melengkapi dirinya dengan kebijaksanaan dan sifat rendah hati agar tak muncul masalah di kemudian hari.
“[Mereka] belum melengkapi diri dengan kebijaksanaan yang biasanya didapatkan setelah melalui kesulitan panjang. Kebijaksanaan dan [sifat] rendah hati ini penting agar mereka tidak slip. Kemudahan mencapai puncak karier itu ada, tetapi bagaimana agar sustainable itu yang jadi tantangan,” paparnya.
Kemudian terkait dengan Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April, menurut Meutya merupakan sebuah pengingat bagi dirinya untuk meneruskan perjuangan pahlawan-pahlawan perempuan, tak terkecuali RA Kartini.
Perempuan yang pada 2005 sempat disandera ketika bertugas meliput Pemilu di Irak itu mengatakan perjuangan perempuan Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan gender masih belum selesai.
“Jadi, kalau kita tidak memanfaatkan dengan baik perjuangan para perempuan Indonesia terdahulu, akses-akses yang akhirnya bisa diterima oleh perempuan Indonesia saat ini termasuk untuk bekerja, berkarya itu sayang sekali,” tutupnya.
Belajar dari yang Lebih Senior
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengatakan dirinya selama menjalankan tugasnya di parlemen banyak belajar dari mereka yang sudah lebih dulu malang melintang di dunia politik.
Dia tak menampik bahwa banyak ilmu yang bisa dia serap dari politisi senior dan tidak didapatkan melalui pendidikan formal atau pengalaman sebelumnya ketika bekerja di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Aku bersama teman-teman politisi lain yang tergolong muda ini ya harus pandai-pandai memposisikan diri. Karena kita jelas pengalamannya jauh lah dibandingkan mereka (politisi senior). Jadi kita lebih banyak belajar, mendengar, melihat situasi dan kondisi juga. Sebanyak-banyaknya mengambil ilmu yang baik dari mereka,” tuturnya kepada Bisnis.
Lebih lanjut, Puteri mengatakan sikap rendah hati dan semangat untuk belajar, khususnya dari pengalaman politisi senior membuat dirinya dan teman-teman politisi muda lebih dihargai dan dihormati.
Kemudian politisi berusia 27 tahun itu mengungkapkan selama bertugas di Komisi XI DPR-RI yang membidangi keuangan dan perbankan dirinya tak pernah menemukan kendala berarti. Tak ada upaya dari politisi senior untuk mendominasi, dia juga tak merasakan adanya perbendaan pandangan antargenerasi atau generation gap yang mengganggu.
“Semuanya mengayomi kami yang muda-muda, tidak membeda-bedakan bendera dari partai mana. Semuanya jadi satu dan tak pelit membagikan pengalaman dan ilmunya,” ungkapnya.
Adapun, berbicara mengenai partisipasi perempuan di parlemen, menurut Puteri sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya walaupun masih belum bisa dilepaskan dari pengaruh budaya patriaki yang ada di masyarakat.
Hal tersebut terlihat dari diberikannya kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dan menududuki kursi pimpinan yang sebelumnya selalu diduduki oleh lelaki.
“Peran perempuan ini makin aktif [di DPR-RI], politisi perempuan bertambah dan mendapatkan kesempatan menduduki pucuk pimpinan. Ada Ibu Puan Maharani sebagai Ketua DPR-RI perempuan pertama, ada Mbak Meutya Hafid menjadi Ketua Komisi I DPR RI perempuan pertama,” pungkasnya.