Bisnis.com, JAKARTA - Lockdown atau tidak. Begitu sepertinya perdebatan di ruang publik yang kerap kita dengar akhir-akhir ini di sejumlah tempat, khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Kebijakan itu semakin sering diucap kala negara tetangga, Malaysia, telah melakukan langkah tersebut demi menekan wabah virus Corona (Covid-19) di sana.
Pun, di negara Asia Tenggara lainnya, Filipina telah melakukan langkah serupa. Di Singapura, semua orang yang ingin masuk ke sana harus diisolasi terlebih dahulu, bahkan untuk warga negara mereka sendiri yang sebenarnya negatif terpapar virus Corona.
Lalu, sebenarnya apa itu lockdown? Merujuk pada kamus Oxford, lockdown adalah: “Official order to control the movement of people or vehicles because of a dangerous situation.”
Atau, dalam bahasa Indonesia-nya kira-kira berarti: “Perintah resmi dari pemerintah untuk mengendalikan pergerakan orang atau kendaraan karena situasi yang dianggap berbahaya.”
Lantas, bagaimana penerapan lockdown di lapangan? Hal ini tergantung dari masing-masing wilayah. Misalnya, dua negara yang pertama menerapkan kebijakan ini: China dan Italia.
Untuk China, pemerintah “mengisolasi” Provinsi Hubei pada 23 Januari 2020 akibat meningkatnya jumlah korban virus Corona saat itu.
Sedangkan Italia, melakukan kebijakan itu pada 9 Maret kemarin (untuk wilayah utara) dan 11 Maret (secara nasional). Alasannya sama, yakni lonjakan jumlah korban virus Corona. Namun, masing-masing negara melakukan kebijakan tersebut dengan berbeda.
Di Italia, Perdana Menteri Giuseppe Conte menerapkan lockdown dengan “membatasi pergerakan warga, kecuali untuk keperluan, pekerjaan, dan keadaan kesehatan.” Selain itu, pembatasan juga berlaku untuk aktivitas toko dan bisnis yang tidak begitu penting.
Sedangkan di Hubei, pemerintah pusat China mengunci rapat 15 kota di sana. Maksudnya, mobilitas masyarakat benar-benar dibatasi.
“Pemerintah hanya memperbolehkan satu orang per rumah tangga untuk diizinkan keluar setiap dua hari sekali. Sebagian jalan keluar ditutup dan dijaga oleh aparat yang bertugas,” tulis media The Strait Times.
Bagaimana dengan Indonesia?
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah Indonesia memiliki protokol melakukan lockdown ini? Lagi-lagi, lockdown adalah Bahasa keren yang saat ini menjadi buah bibir masyarakat.
Bahasa umumnya lockdown adalah isolasi atau karantina. Kalau untuk hal ini, Indonesia memiliki protokol untuk menjalankan itu.
Yakni, yang tertuang dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2018, tentang Karantina Kesehatan. Dalam beleid tersebut, terdapat tiga jenis karantina, yakni karantina rumah, wilayah, dan rumah sakit. Peraturan tersebut terdapat di Bab VII soal Penyelenggaraan Karantina Kesehatan.
Yang paling mendekati lockdown adalah karantina wilayah, yang tertuang dalam Pasal 53, 54 dan 55. Syarat pelaksanaan karantina harus ada penyebaran penyakit di antara masyarakat dan harus dilakukan penutupan wilayah untuk menangani wabah ini.
Wilayah yg dikunci dikasih tanda karantina; dijaga oleh aparat; anggota masyarakat tidak boleh keluar masuk wilayah yang dibatasi; dan kebutuhan dasar mereka wajib dipenuhi oleh pemerintah.
Lantas, apakah Indonesia sudah melakukan ini? Belum. Sudah berulang kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pemerintah belum berencana melakukan lockdown.
Kalau pun ada yang dilakukan saat ini adalah pembatasan sosial, atau social distancing. Langkah ini ada pada Pasal 59 UU No. 6/2018. Pembatasan sosial ini meliputi peliburan sekolah; pembatasan kegiatan keagamaan; terakhir pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Saat ini, hampir di seluruh sekolah di Indonesia sudah diliburkan, kecuali bagi mereka yang tengah menghadapi Ujian Nasional. Pun, di sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, pemerintah setempat sudah meminimalisir aktivitas warganya.
Pemda DKI Jakarta misalnya, telah menutup sejumlah tempat wisata, seperti Monumen Nasional (Monas), Kebun Binatang Ragunan, dan lain-lain.