Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) bakal menyelidiki lebih lanjut laporan Sekretaris II Dewan Adat Papua John NR Gobai ihwal dugaan pelanggaran HAM di Intan Jaya dan Paniai, Papua, oleh pasukan non-organik TNI-Polri sejak Desember 2019 sampai Februari 2020.
Laporan ini berkaitan dengan pengerahan pasukan TNI-Polri dan logistiknya di Sugapa Intan Jaya Papua sejak 13 Desember yang berujung pada kontak senjata dengan TPN/OPM yang mengakibatkan sejumlah masyarakat sipil tewas dan luka-luka.
“Komnas HAM sudah memiliki tim Papua yang bertugas merespon kejadian dugaan pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan,” tutur Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam Konferensi Pers di gedung Komnas HAM,Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Beka menuturkan pihaknya sedang mencari keterangan ke Pangdam XVII/Cenderawasih dan Kepala Kepolisian Daerah Papua untuk memastikan dugaan pelanggaran HAM tersebut.
Berdasarkan laporan yang diterima Bisnis, pada tanggal 28 Januari 2020 dua masyarakat sipil tertembak mati atas nama Alex Kobogau (27 tahun, laki-laki) dan Yopi Sani Yegeseni (43 tahun, laki-laki).
“Menurut TNI, dua orang tersebut adalah Anggota TPN/OPM namun laporan yang kami terima dan telah kami verifikasi, ternyata mereka ini bukan TPN/OPM, mereka ini adalah masyarakat sipil,” jelas Gobai.
Selain itu, Gobai menyebutkan, dua nama yang mengalami luka tembak yakni Elepina Sani pada Bagian tangan, sementara Malopina Sani tertembak pada Bagian kaki.
Hingga Maret ini, terdapat 1237 warga, yang berasal dari 16 kampung pada 3 wilayah distrik di Intan Jaya Papua, distrik Sugapa, Hitadipa dan Ugimba terancam kelaparan. Warga setempat dikabarkan tidak dapat melakukan aktivitas berkebun, maupun berbelanja ke kota Sugapa, sejak konflik bersenjata di wilyah tersebut. Pasukan non organik TNI-Polri masih melakukan penyusuran dari rumah ke rumah, serta melakukan pemeriksaan terhadap ponsel milik warga.
Beka mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi pendekatan keamanan di daerah Papua. “Pengiriman pasukan non-organik itu efektif atau justru memberikan trauma,” ujarnya.