Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen adaptif dinilai mendukung proses pengambilan keputusan dan alokasi sumberdaya serta menjadi kerangka kerja untuk merumuskan solusi-solusi yang mengubah kondisi ekosistem ke arah lebih baik sambil terus belajar dari proses perubahan ekosistem itu sendiri.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan pendekatan dapat menghindari perdebatan, karena para pihak terkait dapat diajak untuk berdiskusi yang berfokus untuk mencari solusi, menghindari dalih untuk tidak mengambil tindakan yang diperlukan (excuse for inaction), memberikan sarana dialog untuk saling memahami, mengidentifikasi kesenjangan data dan pengetahuan, serta memberikan kerangka ruang dan waktu untuk menjelaskan fenomena kunci yang terjadi di lingkungan saat ini.
Pernyataan Siti tersebut dikemukakan saat meresmikan Ruang Sistem Informasi (Media Center) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang dikembangkan oleh Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup (PPKL) di kantor KLHK, Jakarta Timur, Rabu (26/2/2020).
Dijelaskan Siti, untuk memecahkan permasalah lingkungan ini sejak 1980-an dikenalkan konsep manajemen adaptif dalam pengelolaan lingkungan.
Konsep ini dipelopori oleh Walter (1986) dan Holling (1990). Manajemen adaptif adalah proses yang berulang dari empat komponen, yakni belajar (learning), mendiskripsikan (describing), memprediksi (predicting), dan melaksanakan (doing).
Komponen belajar meliputi monitoring dan evaluasi, mendeskripsikan meliputi kegiatan menggambarkan dan menjelaskan sistem dengan menggunakan model, prediksi adalah menguji coba model dan memasukan rencana aksi yang akan dilakukan ke dalam model, melaksanakan (doing) adalah mengimplementasikan model dan renaca aksi yang terpilih dengan pendekatan manajemen eksperimen.
“Media Center yang dikembangkan oleh Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup ini, saya kira bagian penting dari konsep manajemen adaptif pengelolaan lingkungan Indonesia. Media ini dapat berperan sebagai sarana monitoring dan evaluasi karena data yang diintegrasikan cukup banyak dan sebagian data sudah bersifat real time,” ujar Siti.
Hadir dalam peresmian ini, Wakil Menteri LHK Aloe Dohong, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin, Wakil Ketua Komisi IV DPRI RI Budisatrio Djiwandono, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin, FAO Representative for Indonesia and Timor Leste Stephen Rudgard, Penasehat Senior Menteri LHK Sarwono Kusumaatmadja, Dirjen PPKL M.R. Karliansyah, serta pejabat eselon I dan II lingkup KLHK.
Lebih lanjut, Siti mengatakan cukup banyak data yang dikumpulkan, maka untuk mendeskripsikan pengelolaan lingkungan secara makro sebenarnya Indonesia telah memiliki laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia.
Pendekatan drivers, pressures, state, impact, and response (DPSIR) dalam Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) dapat digunakan sebagai model untuk menganalisis dampak kegiatan masyarakat dari masyarakat, kebijakan-kebijakan yang mengatur aktivitas masyarakat terhadap lingkungan.
“Semakin lengkap informasi yang dimasukkan, maka semakin akurat prediksi yang dihasilkan dan semakin cepat para pemangku kepentingan dapat memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Tinggal bagaimana kita mengemas dan mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan publik tersebut, sehingga mempunyai daya ungkit yang tinggi untuk perbaikan lingkungan,” ujar Siti.
Sementara itu, Dirjen PPKL Karliansyah mengatakan data yang disajikan kepada masyarakat melalui sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan hidup sebagai bagian dari inovasi, penggunaan teknologi, keterbukaan/transparansi, dan akuntabilitas kinerja KLHK.
“Sistem informasi ini diharapkan menjadi fasilitas yang lebih cepat, terintegrasi, real time, dapat dipercaya dan bertanggungjawab, sehingga dapat digunakan sebagai upaya pencegahan, penanggulangan, serta peringatan dini di bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,” ujar Karliansyah.