Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid mengakui koperasi belum menjadi pemain utama dalam perekonomi nasional meski pemerintah telah mempunyai keinginan politik untuk memajukannya.
Pernyataan itu disampaikan Nurdin saat menemui Ketua MPR Bambang Soesatyo sekaligus memperkenalkan Pengurus Pusat Dekopin hari ini, Senin (3/2/2020), yang sekaligus dimanfaatkan untuk bersilaturhaim dan melaporkan laporkan hasil Munas Dekopin November 2019 lalu.
Nurdin Halid terpilih kembali menjadi Ketua Umum Dekopin periode 2020-2024 secara aklamasi.
Pada kesempatan ini Nurdin Halid secara khusus memperkenalkan pengurus baru khususnya para Wakil Ketua Umum Dekopin yang berkesempatan mendampingi Ketua Umum, antara lain yang hadir adalah Sekjen Pahlevi Pangerang dan para Wakil Ketua Umum Ferry Juliantono, Yusuf Solihin, Muslim, Sirajudin Sewang, Raliansen Saragih, Adi Sulistyo, Meilani, Sharmila, M. Sukri, Agung Sujatmoko dan Jafar Hafsah, Idris Laena serta Pahlevi Pangerang sebagai Sekjen.
"Perkembangan Koperasi ditengah dinamika perekonomian global masih belum menggembirakan, koperasi belum menjadi pemain utama yang signifikan dalam perekonomian nasional," ucap Nurdin dalam paparannya kepada Ketua MPR, Senin (3/2/2020)
Nurdin menyatakan bahwa pemerintah telah memiliki political will tapi belum punya will to action atau keinginan untuk bertindak.
"Maka dari itu kami meminta kepada Ketua MPR RI untuk bisa ikut mendorong koperasi sebagai pelaku utama dalam perekonomian nasional sesuai amanat UUD 1945 dan sejalan asas gotong royong di Indonesia," Ujar Nurdin.
Selain itu Nurdin juga meminta dukungan kepada Ketua MPR untuk mengawal kepengurusan Dekopin lima tahun ke depan sambil menyerahkan bundel dokumen laporan hasil Munas Dekopin 2019.
Nurdin menjelaskan bahwa Dekopin adalah wadah perjuangan dan kebersamaan dalam mewujutkan keadilan dan kemakmuran sosial melalui koperasi.
Lebih dari itu, Dekopin adalah wadah tunggal yang mengawal roh koperasi Indonesia.
Karena itu, gerakan koperasi siap melawan setiap upaya memecah belah koperasi di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).