Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Swadaya Masyarakat Imparsial melakukan penelitian soal peran internal militer terkait tugas perbantuan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hasil temuan mereka efektivitas tersebut belum maksimal.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan bahwa berdasarkan penelitian, perbantuan militer terkadang menyalahi aturan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Operasi militer selain perang (OMSP) tidak ditentukan atas keputusan politik, melainkan nota kesepakatan atau semacamnya.
“Otoritas sipil membiarkan praktik tugas perbantuan dalam kerangka OMSP yang meyalahi aturan seperti kasus MOU TNI dan kasus lainnya. Di sini pengawasan parlemen dan pemerintah lemah,” katanya dalam menyampaikan hasil temuan di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Al menjelaskan bahwa perbantuan militer juga sering terlalu jauh dan tidak sesuai fungsi TNI. Dia mencontohkan prajurit harus ikut melakukan razia hingga mencetak sawah.
Dalam proses demokrasi juga militer terkadang diminta membantu menjaga pelaksanaan pemilu. Bahkan temuan Imparsial, TNI terlibat dalam kegiatan politik praktis itu sendiri seperti dalam kasus pilkada Kepulauan Riau tahun 2015.
Perbantuan militer yang seenaknya menimbulkan ketidakjelasan dalam penggunaan dan pengalokasian anggaran. Dalam beberapa kasus anggaran daerah juga digunakan untuk mendukung pelibatan militer dalam menjaga keamanan di daerah.
Ini terjadi di Jakarta dalam kasus pelibatan TNI dalam penggusuran tahun 2018. Padahal menurut UU TNI anggaran untuk TNI harus melalui APBN.
Hal-hal tersebut bagi Imparsial cukup dilakukan oleh kepolisian. Tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan Tanah Air.
“Perbantuan militer adalah pilihan terakhir ketika kapasitas sipil tidak bisa lagi menangani ancaman yang terjadi,” jelas Al.