Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa penegakan hukum di sektor sumber daya alam (SDA) masih minim dibandingkan dengan jumlah pelanggaran.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku prihatin atas minimnya penegakan hukum di sektor tersebut mengingat dampaknya bukan hanya pada penerimaan keuangan negara, tetapi dinilai jauh lebih luas seperti bencana alam dan kualitas hidup dari masyarat sekitar.
"Oleh karena itu penegakan hukum ini penting sekali, KPK mempunyai data sebagai informasi berdasarkan data KPK dari sisi kuantitas jumlah penegakan hukum di sektor SDA masih minim dibandingkan jumlah indikasi pelangggaran," kata Agus, Rabu (18/12/2019).
Agus berbicara dalam forum Program Peningkatan Kapasitas Penegam Hukum dan PPNS di Sektor Kehutanan dan Sumber Daya Alam, di Gedung ACLC KPK. Acara ini turut dihadiri sejumlah pemangku kepentingan.
Agus mengatakan bahwa dari 70 kasus kejahatan SDA yang terjadi dalam kurun waktu 2002-2012, sebanyak 43 persen terdakwa dibebaskan, 40 persen mendapatkan hukuman percobaan, 2 persen bebas dari tuntutan hukum dan 2 persen dari tuntutan hukum ditolak oleh pengadilan.
"Jadi, hanya sekitar 13 persen pelaku dipenjara," kata Agus.
Selain itu, penelitian KPK pada 2013 lalu mencatat adanya potensi dugaan penyuapan maupun pemerasan dalam hal perizinan di sektor kehutanan. Menurut Agus, nilai penyuapan dan pemerasan berkisar antara Rp688 juta sampai Rp22,6 miliar per perusahaan.
"Ini, kan, bukan jumlahnya kecil dalam hal perizinan di sektor kehutahan," kata dia.
Di samping itu, lanjut dia, berdasarkan penelitian pada 2015 lalu KPK juga menemukan produksi kayu yang tidak dilaporkan sehingga negara mengalami kerugian Rp7,3 triliun.
"Ini juga sesuatu yang mestinya tidak terjadi."
Agus berharap kegiatan ini dimanfaatkan oleh para aparat penegak hukum untuk meningkatkan kapasitas dan memunculkan strategi baru agar penegakan hukum di sektor SDA dapat semakin efektif.
Namun, Agus mengatakan bahwa yang terpenting saat ini adalah pembangunan data. Program yang banyak dilakukan terkait penyelamatan SDA tak akan berjalan maksimal tanpa adanya satu peta.
Selain itu, tanpa data dan peta yang terintegrasi persoalan tumpang tindih perizinan akan terus terjadi.
"Sehingga tidak mengherankan kalau jumlah izin yang diberikan oleh para bupati, para gubernur melebihi luas daerah itu sendiri," kata Agus.
Agus juga berharap bahwa pemerintah bisa belajar dari pengalaman pada 2015 silam ketika pemerintah Indonesia dituntut oleh gugatan arbitrase internasional dari perusahaan tambang asing asal India lantaran tidak bisa melakukan kegiatan penambangan.
"Itu akibat keteloderan-keteloderan tadi memberikan izin yang kemudian ternyata tumpang tindih dengan banyak perizinan," katanya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan bahwa kegiatan ini dapat mendorong peningkatan kapasitas penegak hukum, peningkatan koordinasi dan berbagi pengetahuan.
Laode juga ingin agar KPK dan stakeholder terkait dapat memasukan Maluku Utara sebagai bahan pembahasan karena besarnya aktivitas penambangan.
"Pesan utamanya, kalau para penjahat itu bisa bekerja sama, kenapa kita penegak hukum tidak bisa bekerja sama," tuturnya.
Dalam acara ini, ditandatangani komitmen penegakan hukum di sektor SDA oleh KPK bersama Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pertanian.
Kemudian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Keuangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).