Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah laporan The Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu (11/12/2019), menulis Cina menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam. Itu dilakukan saat isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu.
Saat itu, isu Uighur mencuat usai sejumlah organisasi hak asasi manusia internasional merilis laporan yang menuding China menahan 1 juta warga Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.
Beijing bahkan disebut membiayai puluhan tokoh seperti petinggi NU dan Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), akademisi, dan sejumlah wartawan Indonesia untuk berkunjung ke Xinjiang.
WSJ lalu menulis dugaan kucuran dana terlihat dari perbedaan pendapat para tokoh senior NU dan Muhammadiyah soal dugaan persekusi Uighur sebelum dan setelah kunjungan ke Xinjiang.
Menanggapi itu, Ketua Pengurus Harian PBNU KH Robikin Emhas mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama tidak bisa didekte siapapun dalam bersikap. Baik persoalan nasional maupun internasional.
“Data yang diterima NU, bahwa kamp-kamp di Uighur itu merupakan kamp pelatihan vokasi untuk memberdayakan masyarakat Uighur,” katanya saat dikonfirmasi, Jumat (13/12/2019).
Robikin menjelaskan bahwa kamp itu justru dibuat untuk menjauhkan warga Uighur dari ekstrimisme dan radikalisme yang tercipta di Xinjiang. Tidak ingin warganya terpengaruh paham itu, Cina mengatasinya dengan melatih warga dengan beberapa keahlian di kamp vokasi tersebut.
“Soal adanya dana yang mengalir ke NU, saya sampaikan bahwa tidak ada dana itu. Dan NU tidak bisa didekte dan dikendalikan oleh siapapun. Termasuk Cina,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel