Bisnis.com, JAKARTA - Saleh, kuasa hukum mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi masih meragukan alat bukti dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Keraguan itu disampaikan menyusul ditolaknya permohonan praperadilan Imam Nahrawi atas kasus dugaan suap dana hibah KONI dari Kemenpora oleh hakim tunggal Elfian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).
Imam sebelumnya mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan oleh KPK yang dinilai tidak sah secara hukum.
Tim kuasa hukum Imam Nahrawi mempermasalahkan soal alat bukti kuitansi T43 yang menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam menolak putusannya.
Menurut Saleh, alat bukti T43 itu hanya ditandatangani oleh Bendahara Umum KONI Johny E. Awuy. Sementara itu, ada nama Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy yang tidak membubuhkan tanda tangan.
"Jadi kita masih meragukan bukti itu, karena tidak ditandatangani oleh kedua belah pihak baik Sekjen KONI maupun hanya ditandatangani oleh bendahara KONI. Bagi kami bukti itu masih belum sempurna," paparnya usai sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).
Saleh mengatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan KPK hanya berdasarkan berita acara permintaan keterangan (BAPK) di ranah penyelidikan. Kemudian, di ranah penyidikan KPK dinilai hanya menghadirkan berita acara pemeriksaan (BAP).
"Nah, kemudian satu-satunya bukti yang tadi BAPK maupun BAP itu hanya satu bukti surat karena hanya keterangan saksi-saksi," katanya.
Saleh juga menyoroti soal jumlah bukti KPK yang hanya menghadirkan 42 dari 157 bukti yang akan dihadirkan. Namun demikian, dia menghormati putusan hakim praperadilan tersebur meskipun dengan pelbagai catatan.
"Langkah selanjutnya kita akan duduk bersama dengan tim, sekaligus akan berkoordinasi dengan Pak Imam Nahrawi. Langkah hukumnya [lanjutannya] seperti apa," tutur dia.
Sementara itu, anggota tim Biro Hukum KPK Evi Laila menyatakan bahwa putusan ini menunjukan bahwa penetapan tersangka oleh KPK terhadap Imam telah sah karena berdasarkan dua alat bukti permulaan yang cukup.
Selain itu, kata dia, hakim juga menyatakan bahwa surat perintah penahanan yang dikeluarkan KPK terhadap Imam juga dianggap telah sah karena surat yang diterbitkan oleh pimpinan KPK tersebut masih dalam kewenangan pimpinan KPK.
Hal ini menjawab pihak kuasa hukum Imam yang menyinggung soal UU No. 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK dalam perkara yang menjeratnya.
Menurut Evi UU 19 tahun 2019 berlaku sejak 17 Oktober 2019, sedangkan tindakan hukum yang dilakukan terhadap Imam dilakukan sebelum pemberlakuan UU baru tersebut.
"Kemudian terakhir tadi mengenai ada kekosongan pimpinan, sampai saat ini pun tak ada Keppres mengenai pergantian atau pemberhentian pimpinan KPK," tuturnya.