Bisnis.com, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan dihentikannya aksi demo anti-pemerintah yang telah menyebabkan hampir seratus orang kehilangan nyawa di Irak
Para pendemo mengatakan mereka menuntut berbagai isu, termasuk soal pengangguran, layanan publik yang buruk dan korupsi di negara itu.
Kepala Misi Bantuan PBB untuk Irak Jeanine Hennis-Plasschaert mengatakan, “Banyak kematian dan cidera dalam lima hari. Ini harus dihentikan.”
Mereka yang bertanggung jawab atas hilangnya nyawa harus dibawa ke pengadilan, ujarnya. Kemarin pasukan keamanan membubarkan unjuk rasa massa di timur Baghdad.
Lima orang disebut tewas dalam bentrokan terbaru di ibu kota. Pasukan keamanan kembali dilaporkan menggunakan peluru tajam dan gas air mata.
Setidaknya 99 orang meninggal dunia dan hampir 4.000 terluka sejak aksi demonstrasi terjadi di ibu kota pada Selasa silam sebelum akhirnya menyebar ke Irak selatan, menurut komisi hak asasi manusia Irak.
Insiden itu merupakan kerusuhan yang paling mematikan sejak kelompok yang disebut sebagai Negara Islam atau ISIS dinyatakan dikalahkan di Irak pada 2017.
Aksi tersebut dipandang sebagai tantangan terbesar pertama bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi, yang terjadi hampir setahun sejak dia berkuasa.
Pihak berwenang telah berusaha mengendalikan aksi unjuk rasa melalui penerapan jam malam dan pemblokiran internet.
Jam malam di Baghdad dicabut pada Sabtu (5/10) dan kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa mulai melakukan aksi kembali. Menurut kantor berita setempat seperti dikutip BBC.com pada Minggu (6/10/2019), alun-alun Tahrir Square telah menjadi titik aksi massa, namun tempat itu diblokir pada hari Sabtu.
Beberapa stasiun TV diserang, termasuk kantor berita Al-Arabiya milik Arab Saudi. Di Nasiriyah, demonstran membakar markas enam partai politik yang berbeda. Ribuan orang juga melakukan aksi di kantor gubernur Diwaniyah.
Para demonstran tampaknya tidak dipimpin oleh siapapun saat ini dan kemarahan mereka semakin meradikalisasi tuntutan mereka.
Kondisi kehidupan sangat buruk di beberapa daerah Irak yang kena dampak konflik dengan layanan yang tidak memadai.